Kualitas adalah hal yang mahal dan berat bagi sebagian orang, juga lembaga
atau perusahaan. Namun bila kita mau mencermati dan mau belajar lebih
lanjut maka kita akan tahu bahwa perusahaan, instansi, lembaga-lembaga
atau bahkan warung makan sekalipun hanya bisa mencapai sukses dan menjadi
bonafit adalah karena masalah kualitas yang mereka junjung tinggi,
mereka usahakan dengan maksimal dan mereka jaga dengan segenap kekuatan
yang ada. Dalam skala internasional Jepang adalah salah satu negara yang sangat ketat dengan
kualitas, yang sangat dekat dengan istilah presisi, akurat dan tepat.
Dan kini Jepang telah membuktikan diri menjadi negara produsen teknologi
paling maju di dunia.
Di sela-sela padatnya kegiatan
persiapan ujian praktik, Pra-US/UTS dan US/UKK kami mencoba melanjutkan
tulisan seri manajemen sekolah ini. Tulisan seri manajemen ke-11 kali
ini akan berbicara kontrol kualitas pada suatu sekolah. Sumber inspirasi tulisan kali ini adalah seorang ibu guru muda yang cukup senior - dimana beliau kami anggap sebagai sosok yang memiliki jiwa istimewa, terlepas dari kekurangan beliau sebagai manusia biasa. Sosok beliau yang ramah dan santun kepada semua orang, disiplin dan penuh tanggung jawab, tidak egois dan suka membantu, tertib administrasi dan punya kemauan untuk belajar, dan satu yang menjadi ciri utami (utama red) adalah keibuan. Satu hal lagi adalah beliau tidak mudah terbawa arus, tidak mudah terkontaminasi dan larut dalam situasi yang kurang kondusif.
Tulisan ini mungkin saja tidak akan mengubah apapun, mulai dari pandangan, sikap, perilaku dan kebiasaan selama ini.
Namun kami berharap tulisan ini setidaknya mampu memberi wawasan dan turut andil
bagi suatu perubahan paradigma yang bermanfaat suatu saat kelak. Karena
memang apa yang kita perbuat saat ini tidak akan berdampak langsung dan
dapat dilihat hasilnya dalam hitungan hari, bulan atau tahun. Menurut
beberapa teori - suatu konsep, pemikiran dan kebijakan baru dapat
diterima dan dapat dilihat hasilnya setelah 2-3 tahun berikutnya. Hal
ini sangat berkaitan dengan tingkat sensitifitas terhadap kualitas (sense of quality), kemampuan berfikir logis, apresiasi dan kecenderungan, motivasi dan orientasi masing-masing pribadi dalam memahami suatu masalah yang terjadi. Mereka yang tidak punya kepedulian tidak akan mampu melakukan ini.
Kembali ke bahasan quality control, dalam dunia
industri / perusahaaan, divisi quality control diisi oleh orang-orang
istimewa. Istimewa karena mereka direkrut dari orang-orang pilihan yang
memiliki kemampuan di atas rata-rata. Orang-orang ini dipilih khusus
karena posisi mereka yang harus bisa mempelajari, memahami dan membuat
sistem pengontrolan kualitas bagi seluruh divisi / departemen. Bagian,
divisi atau departmen Quality Control bisa jadi adalah bagian
yang tidak disukai oleh banyak orang pada divisi lain, karena pekerjaan
mereka yang berkutat pada standar pengukuran yang ketat dengan standar
kualitas yang tinggi dan dianggap memberatkan. Divisi ini cenderung
kritis, kaku dan
ketat dengan berbagai parameter kualitas. Namun, sesungguhnya setiap
orang pada seluruh bagian perusahaan sangat membutuhkan divisi ini. Di
tubuh mereka keberlangsungan perusahaan disandarkan, di tangan mereka
nama besar perusahaan dipertaruhkan, di pundak mereka kejayaan dan
kepercayaan perusahaan dibebankan. Posisi mereka sangat krusial dan
sangat menentukan kualitas seluruh divisi / bagian, mulai dari masuknya
bahan baku, proses produksi, perakitan dan penjualan.
Fokus
tulisan ini pada upaya memperbaiki kualitas, bagaimana caranya ? Sesuai
judul di atas, maka langkah paling mudah di awali dengan bentuk
instropeksi dan mawas diri pada setiap lini, setiap divisi, setiap
individu. Instropeksi di sini bukan untuk mengukur kemampuan dan
kapasitas diri secara pribadi. Mawas diri ini bukan untuk menilai,
menakar, mengukur apalagi menghakimi orang lain. Seperti yang pernah ditulis dan disampaikan Bapak Drs. Kardan bahwa kapasitas personal semua guru dan elemen
sekolah di SMPN 2 Kepil secara administrasi sudah memenuhi syarat
dan memiliki kemampuan yang dipersyaratkan. Namun yang dimaksud dengan
kualitas di sini adalah kualitas layanan sesuai dengan tupoksi dan tutam
setiap individu dalam komunitas sebuah sekolah.
Pertanyaannya,
lalu siapa yang bertanggung jawab dan berada dalam posisi divisi
control quality di sekolah ? Dalam istilah bahasa secara tersurat tidak
ada satupun pejabat sekolah yang bertugas menduduki divisi quality
control ini. Namun secara tersirat komando utama manajemen quality
control ini berada pada jabatan wakil kepala sekolah, yang secara
hirarkhis mempunyai garis komando kepada seluruh elemen civitas
akademika di sekolah. Maka benar kalau wakil kepala sekolah adalah
posisi istimewa dan sentral, maka yang duduk di sana bisa dipastikan
memiliki kapasitas dan kapabilitas yang istimewa. Namun dibalik istilah
tersurat dan tersirat, sesungguhnya manajemen quality control di sekolah
tersebar pada banyak divisi dan wakil kepala sekolah adalah sebagai
manajer / direkturnya.
Secara lebih jelasnya begini,
division of quality control itu bisa berada/tersebar dari level paling rendah,
menengah hingga yang tertinggi. Level terendah berada pada guru dalam
menyampaikan pelajaran di kelas, guru ketika bergaul dengan siswa di luar kelas dan
ketika guru melakuan pelayanan lanjut / konsultasi terkait mata pelajaran. Level berikutnya
ada jabatan tambahan yang menjadi tanggung jawabnya, misalnya wali
kelas, kepala laboratorium, kepala perpustakaan, kepala mushola dan jabatan
sejenis lainnya. Level selanjutnya adalah koordinator bidang (standar)
atau yang sering disebut wakil kepala sekolah bidang tertentu : misalnya
bidang kurikulum, sarana-prasarana, dan humas. Sedangkan level tertinggi berada
pada kepala sekolah.
Sebagai contoh ulasan yang pertama adalah guru dalam
kelas. Inilah kontrol pertama dan paling mendasar. Rencana kemampuan
apa dan bagaimana kualitas anak dalam mata pelajaran yang kita ajarkan
berada sepenuhnya pada kontrol kita sebagai guru. Kemampuan kita
mengendalikan kelas, mengkondisikan suasana yang nyaman dan pembelajaran
yang mendidik sangat tergantung pada totalitas kita di kelas yang
bersangkutan. Kebiasaan kita sangat berpengaruh dan berimplikasi pada
hasil dan sikap kita pada mereka. Siswa yang cuek dan bandel, atau siswa
aktif dan bersemangat adalah tantangan yang harus dijawab dan
diupayakan untuk dipecahkan dan dicari solusi terbaiknya. Jangan suka
menjatuhkan kesalahan pada orang lain dan mengampuni serta membenarkan
diri sendiri. Kebiasaan kita yang acuh, suka mengancam / mengintimidasi
bukan jalan yang baik untuk menghadapi masalah ini. Keterbukaan kita,
sikap kita, keramahan kita dan kedekatan kita pada mereka - itu lebih
dibutuhkan untuk mewujudkan situasi yang nyaman dalam pembelajaran. Tidak perlu membuat target muluk-muluk yang pada pelaksanaanya tidak pernah dikontrol dan diarahkan dengan benar. Buat rencana yang wajar dan sesuaikan dengan situasi dan kondisi serta sumber daya yang ada, namun dikontrol dan dilaksanakan dengan baik.
Contoh
ulasan lainnya adalah wali kelas - untuk menjaga kualitas kelas yang
bersangkutan. Maka tiap-tiap wali kelas punya kewenangan dan tanggung
jawab mengukur, mengatur, mengkondisikan dan memvalidasi kelasnya telah
memenuhi kualitas yang diharapkan. Keluhan siswa, jam kosong,
sarana-prasarana kelas, keakraban dan kekompakan, kebersamaan dan
kenyamanan, serta suasana akademik dalam kelas adalah masalah kecil yang
sering terjadi. Bila wali kelas masih tidak tahu masalah yang
terjadi dan dialami siswa asuhannya, masih bersikap acuh tak acuh dan sejenisnya maka inilah yang perlu diperbaiki,
perlu, ditindak-lanjuti dan ditata kembali agar proses validasi kualitas
bisa kembali diwujudkan.
Demikian seterusnya pada divisi
lainnya, semuanya berpulang pada kesadaran diri mau bersikap yang
bagaimana. Kalau masih kekeh / ngotot bahwa kita merasa "sudah baik,
sudah terbaik, sudah benar-benar maksimal" - maka lanjutkan. Namun
sekiranya berkenan untuk menurunkan tensi dan gengsi lalu bisa merasa
kalau ada yang kurang, berkurang atau hilang - saatnya kita untuk tersadar dan
bersiap untuk membenahi kualitas pelayanan kita. Kualitas pelayanan
kita akan merubah kualitas siswa kita dan selanjutnya akan merubah
kualitas siswa kita menjadi lebih baik, insya-Alloh.
Untuk menjadi sesuatu yang
besar, hebat dan luar biasa tentu tidak serta merta, tidak sesaat, tidak
ujug-ujug dan tanpa usaha yang nyata, tanpa pengorbanan. Semua
harus dimulai dari kesadaran masing-masing diri pribadi "SUDAHKAH SAYA
MEMADAI, SUDAHKAH SAYA MAKSIMAL dan SUDAHKAH LAYAK PEKERJAAN SAYA selama
ini. Ini perlu untuk mengukur diri : antara karya/kerja kita
dengan pendapatan yang kita peroleh. Jangan mencari kambing hitam atau
mengalihkan fokus dengan contoh lain yang lebih buruk. Ibarat kata
berkaca pada cermin yang buram mustahil bisa mendapatkan hasil yang
baik. Maka akan lebih bijaksana bila kita mau melihat benar-benar dari
skala nol, lalu kita ukur seberapa diri kita. Setelah sekian lama waktu
berjalan, semenjak pertama kali kita memutuskan untuk menjadi guru /
pegawai. Adakah yang berubah dalam diri kita.
Bisa kita ingat-ingat dari hari pertama, bulan ke dua, tahun ke tiga dan seterusnya, semangat
mana yang berkurang, sikap mana yang berubah dan rasa mana yang hilang.
Terima kasih pada Ibu Rini Utami, S.Pd atas inspirasi dan motivasinya.Tulisan seri manajemen sekolah yang terakhir (seri-12) akan berupa kesimpulan dan semoga bisa kami tayangkan pada minggu ke dua Maret mendatang. Selamat
beraktifitas, semoga sukses (28610-800)
text
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Bagus sekali, sebagai bahan renungan untuk berbuat lebih baik lagi. Terima kasih atas paparannya yang sangat mengetuk hati untuk selalu introspeksi dan memperbaiki diri.
BalasHapus