Mencintai dan dicintai orang lain adalah sesuatu hal yang indah dan menyenangkan. Tidak bisa disangkal bahwa kita butuh cinta, kita ada dan lahir di dunia ini karena cinta, kita menjadi besar karena cinta, kita bekerja karena dan untuk cinta, kita bertahan hingga usia senja juga karena cinta, bahkan setiap hari kita munajat dan beribadah kepada-Nya juga karena cinta. Kekuatan cinta itu benar-benar luar biasa, bahkan jika ditelisik lebih lanjut, cinta mampu memberikan kekuatan-kekuatan yang tidak terduga. Cinta dalam arti yang sebenarnya, cinta yang membangun kekuatan jiwa, cinta yang berperan dalam meraih cita-cita. Membicarakan cinta, mungkin terkesan melankolis, namun ternyata sangat besar kekuatannya dan sangat dahsyat efeknya.
Tulisan ini dibuat berdasarkan dua survei yang kami lakukan kepada siswa-siswa kami. Survei yang pertama dilaksanakan pada bulan Maret 2015, dan survei yang kedua dilaksanakan pada awal April 2019. Kedua survei ini masih tergolong amatiran dan sangat sederhana, dengan tujuan untuk memperoleh data dari siswa terkait beberapa hal, yang diharapkan bisa menjadi masukan berharga bagi guru dan sekolah. Survei dilaksanakan dengan format berbentuk angket dan dilaksanakan dalam pembelajaran, dengan kemasan sedemikian rupa sehingga siswa dapat memberikan jawaban yang sejujurnya tanpa malu, takut atau tertekan. Alhasil, ternyata banyak hal dapat diungkap dalam survei ini, dan yang utama diperoleh gambaran atau potret guru dalam pandangan siswa.
Survei yang pertama (2015) dikemas dalam daftar isian berbasis aplikasi Ms. Word dengan hasil akhir berupa file yang kemudian dikirim menggunakan e-mail (internet). Rangkuman hasil survei ini pernah terbit dalam artikel Manajemen -12, Semangat Perjuangan Untuk Kesuksesan Bersama, yang intinya diperoleh data guru terpavorit sebagai berikut; Pak Yosep Luhvendi, S.Pd di urutan pertama (24), Pak Drs. Kardan di urutan kedua (23) dan Bu Ruti Sumarni, S.Pd di urutan ketiga (17). Alasan utama menjadi guru pavorit adalah; # baik, ramah, santun, dan # pandai, cerdas, terampil. Adapun data kebalikannya kami tidak menyebut nama/merek (terkait kode etik), namun muncul 1 sosok dengan angka fantastis, 44 responden menyatakan tidak menyukai sosok ini dari total responden sebanyak 91 siswa, itu artinya hampir separuh siswa tidak suka, dengan alasan utama guru tidak disukai; # galak / pemarah dan # acuh / kurang perhatian.
Survei yang kedua (terbaru, 2019) juga berbentuk angket dan merupakan pengembangan dari survei yang pertama. Survei kedua dilaksanakan secara full online berbasis aplikasi Google Form, yang link-nya terhubung dalam artikel Angket Kelas IX, Wahana Bercermin Bagi Guru dan Sekolah. Dalam form tersebut kami sediakan beberapa pertanyaan dengan model jawaban yang beragam, ada yang memilih satu jawaban yang tersedia (drop-down), ada yang isian singkat (jawaban pendek) dan ada yang uraian (jawaban panjang). Beberapa pertanyaan terkait terkait pengelolaan lingkungan sekolah, layanan administrasi sekolah dan juga pengelolaan kelas oleh wali kelas. Lebih spesifik lagi adalah munculnya beberapa nama guru yang menjadi guru terpavorit lengkap dengan alasan-alasannya dan yang sebaliknya yang tidak disukai berikut alasan-alasannya.
Inilah hasil survei terbaru (2019), dari jumlah responden sebanyak 88 siswa (dari total 95 siswa kelas IX) diperoleh beberapa data sebagai berikut;
- Tiga sosok guru favorit teratas adalah 1. Bapak Eko Sutomas, S.Pd. (33), 2. Ibu M.I. Isti Supriyanti, S.Pd. (11) dan 3. Ibu Yani Widayati, M.Pd. (9)
- Secara umum alasan menjadi guru favorit adalah ; # ramah, # telaten, # sabar, # tidak mudah marah, # komunikatif
- Sedangkan tiga sosok yang kurang disukai tidak kami sebutkan namanya, cukup angkanya saja, yaitu; 20, 11, 9 dan disusul beberapa angka di bawahnya
- Adapun alasan guru kurang disukai, yaitu; # galak, # suka marah, # marai ngantuk, # suka menghukum, # mutungan, # sering main HP
Sebelum masuk pada kesimpulan, perkenankan kami mohon maaf atas beberapa hal. Pertama, jika tulisan kali ini dirasa cukup panjang (jujur saja, tulisan ini adalah yang terberat proses penyusunannya dan terlama waktunya). Kedua, jika isinya menyinggung atau bahkan menghunjam ke hati, sungguh bukan itu tujuan kami. Ketiga, jika ada data yang dianggap tidak sesuai harapan, perlu kami sampaikan bahwa tujuan survei ini bukan untuk menunjukkan siapa yang kompeten dan yang tidak kompeten, juga bukan untuk men-justifikasi siapa yang baik dan yang buruk.
Kami yakin, bahwa semua guru di sekolah kami sudah baik, sudah kompeten, sudah berpengalaman, bahkan beberapa sangat baik, luar biasa dan istimewa, serta tak ada satupun yang terindikasi kurang baik. Namun demikian, penilaian dari anak juga tidak bisa dianggap sampah, tidak penting dan dikesampingkan begitu saja. Rekaman penilaian dari anak-anak adalah gambaran nyata kondisi pribadi beberapa gurunya yang terjadi pada saat itu, yang bisa saja benar adanya, namun ada juga kemungkinan salah. Jika muncul penilaian yang kurang baik, sangat mungkin saat itu sedang terjadi perubahan kepribadian, yang bisa berubah kapan saja dengan seribu kemungkinan yang menjadi penyebabnya. Oleh karena itu, dalam menyikapi data hasil survei ini marilah kita mencoba untuk bersikap dewasa, obyektif, sportif dan tetap berfikir positif.
Seorang pendidik (guru) adalah sosok spesial dan biasanya menjadi tokoh di masyarakat atau ditokohkan oleh masyarakat, hal ini karena seorang pendidik dianggap sebagai sosok yang banyak ilmu dan pengalaman, apalagi yang senior. Namun demikian, guru tetaplah manusia biasa yang tak luput dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu sikap mawas diri perlu terus dilakukan, dan hasil kedua survei di atas kiranya bisa menjadi bahan untuk introspeksi dan menilai diri sendiri. Disadari atau tidak, ternyata dalam proses pembelajaran selama ini mereka (siswa-siswa) bukan hanya mencatat dan merekam materi yang diajarkan, namun juga mencatat, merekam dan menyimpan dalam memori mereka tentang siapa gurunya. Bisa jadi mereka hapal betul siapa kita, tutur kata kita, gaya berpakaian kita, sikap dan karakter kita, bahkan motivasi dan kinerja kita. Lalu apa hubungannya dengan judul diatas tentang cinta.
Hubungannya sangat signifikan, mereka anak-anak biasa yang punya indera, punya hati, dan punya rasa. Inilah yang kiranya perlu kita sadari bersama, bahwa pada hakikatnya siswa kita di sekolah sama dengan anak kita di rumah. Di rumah, anak kita selain butuh makan, minum, pakaian dan tempat tinggal, mereka juga butuh kasih sayang. Mereka butuh untuk dihargai keberadaannya, butuh diperhatikan aksinya, butuh untuk didengarkan ceritanya, butuh duduk dan jalan bersama, serta hal yang bersifat kebersamaan lainnya. Intinya mereka membutuhkan limpahan kasih dan sayang orang tuanya, yang dapat dikemas dalam satu kata "cinta". Di sekolah, siswa-siswi juga mengharap hal yang sama. Mereka butuh ilmu IPA, Matematika, Bahasa, Agama, Prakarya dan mapel-mapel lainnya termasuk Te-i-ka, karena memang mata pelajaran tersebut penting. Namun ada satu hal yang tidak kalah penting dan tidak boleh dikesampingkan yaitu hadirnya cinta dalam proses pembelajaran. Cinta dalam pembelajaran bisa berwujud kumpulan motivasi, motivasi untuk beribadah, motivasi untuk belajar, motivasi untuk menggapai cita-cita, motivasi untuk kehidupan yang lebih baik, dan motivasi-motivasi untuk kebaikan lainnya.
Konsep dasarnya, hanya cinta yang akan melahirkan cinta, dan tidak mungkin berlaku sebaliknya. Oleh karena hati adalah tempat tumbuhnya cinta, berkembang serta bersemayamnya, maka untuk menyemai, menyebarkan dan menuai cinta juga harus melibatkan hati. Demikian pula pembelajaran harus melibatkan cinta yang ditandai dengan adanya perhatian, kelembutan dan kesabaran. Guru yang mengajar dengan penuh perhatian, kelembutan, kesabaran inilah yang sebenarnya dirindukan oleh mereka. Faktanya, secara psikologis anak-anak lebih suka diberikan kata motivasi dari pada caci maki, lebih senang disentuh dari pada sikap acuh tak acuh, lebih bahagia disapa dari pada dibiarkan saja, dan lebih bangga diberikan apresiasi dari pada dibuli. Kiranya itulah yang dilakukan Pak Eko (guru BK senior, memasuki masa pensiun tahun depan - Juni 2020) sangat paham masalah ini, sehingga beliau terpilih menjadi guru terfavorit.
Nama panggilan beliau adalah Pak Haji Eko, pengalaman dan kiprahnya di dunia pendidikan sudah tidak diragukan lagi, berpindah dari sekolah yang satu ke sekolah lain, termasuk berpengalaman pernah mengajar di daerah terpencil, Timor Timur. Sosoknya yang supel dan rendah hati, nampak ramah dan sabar, pandai mengambil hati dan bijak dalam memotivasi, serta bisa ngemong sehingga anak-anak merasa dihargai, disayangi, diperhatikan dan dilindungi. Itulah yang menjadikan anak-anak akrab dan dekat kepada beliau, karena anak-anak merasa nyaman dan aman di dekat beliau yang dianggap seperti orangtua sendiri. Terlepas dari kekurangan beliau, beliau adalah guru kami, sosok senior yang hebat, sosok yang sangat bijaksana.
Tidak mudah untuk membuat kesimpulan yang integral, namun kiranya beberapa hal berikut semoga bisa menjadi kesimpulan sederhana dalam tulisan kali ini;
Sebagai penutup, mari kita sikapi masalah dengan proporsional, masalah di sekolah jangan menjadi beban pribadi apalagi sampai membuat diri menjadi frustasi. Setiap masalah pasti ada solusi, marilah kita hadapi bersama, kita bicarakan bersama dan kita carikan solusinya. Satu hal yang paling prinsip adalah tetap tenang, jangan terbawa emosi. Sebisa mungkin menjauhi kekerasan, baik kekerasan verbal maupun tindakan, dan lebih utama dengan sikap yang lemah lembut (Cuplikan ayat suci Al-Qur'an Surat Ali "Imron : 159). Adapun terhadap kesalahan yang sudah terlewatkan (terlanjur), maka cukupkan dengan introspeksi, perbanyak istighfar dan berusaha memperbaiki diri. Karena sesungguhnya yang membuat seorang terhina, terutama bukanlah kesalahannya, melainkan kekehnya untuk tidak mau mengaku keliru, memohon ampun, dan memperbaiki keadaan.
Akhirnya, marilah kita belajar mengubah diri, sedikit demi sedikit menjadi pendidik yang penuh cinta. Takaran cinta adalah "pengorbanan", dimana wujudnya "lebih banyak memberi dan tanpa mengharap balas", dan bukan sebaliknya banyak menuntut. Marilah kita ikut berperan dan ikut mengambil bagian dalam menyemai cinta di kelas-kelas dalam pembelajaran, dengan menebar kasih sayang di taman-taman lingkungan sekolah. Manfaat waktu senggang untuk memperhatikan dan menelisik mereka, barangkali masih ada di antara mereka yang bajunya lusuh, sobek atau tidak layak pakai, atau mungkin dari mereka yang terlihat galau, sedih, murung atau pucat yang ternyata belum sarapan pagi, barangkali di rumah belum ada sarapan pagi, atau bahkan mungkin sama sekali tidak ada bahan makanan untuk dimasak karena kondisi ekonomi. Pastikan tidak ada lagi wajah-wajah galau, sedih dan muram karena kurang perhatian.
Selamat berkarya, selamat bekerja, semoga sukses ... insya-Alloh.
Kami yakin, bahwa semua guru di sekolah kami sudah baik, sudah kompeten, sudah berpengalaman, bahkan beberapa sangat baik, luar biasa dan istimewa, serta tak ada satupun yang terindikasi kurang baik. Namun demikian, penilaian dari anak juga tidak bisa dianggap sampah, tidak penting dan dikesampingkan begitu saja. Rekaman penilaian dari anak-anak adalah gambaran nyata kondisi pribadi beberapa gurunya yang terjadi pada saat itu, yang bisa saja benar adanya, namun ada juga kemungkinan salah. Jika muncul penilaian yang kurang baik, sangat mungkin saat itu sedang terjadi perubahan kepribadian, yang bisa berubah kapan saja dengan seribu kemungkinan yang menjadi penyebabnya. Oleh karena itu, dalam menyikapi data hasil survei ini marilah kita mencoba untuk bersikap dewasa, obyektif, sportif dan tetap berfikir positif.
Seorang pendidik (guru) adalah sosok spesial dan biasanya menjadi tokoh di masyarakat atau ditokohkan oleh masyarakat, hal ini karena seorang pendidik dianggap sebagai sosok yang banyak ilmu dan pengalaman, apalagi yang senior. Namun demikian, guru tetaplah manusia biasa yang tak luput dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu sikap mawas diri perlu terus dilakukan, dan hasil kedua survei di atas kiranya bisa menjadi bahan untuk introspeksi dan menilai diri sendiri. Disadari atau tidak, ternyata dalam proses pembelajaran selama ini mereka (siswa-siswa) bukan hanya mencatat dan merekam materi yang diajarkan, namun juga mencatat, merekam dan menyimpan dalam memori mereka tentang siapa gurunya. Bisa jadi mereka hapal betul siapa kita, tutur kata kita, gaya berpakaian kita, sikap dan karakter kita, bahkan motivasi dan kinerja kita. Lalu apa hubungannya dengan judul diatas tentang cinta.
Hubungannya sangat signifikan, mereka anak-anak biasa yang punya indera, punya hati, dan punya rasa. Inilah yang kiranya perlu kita sadari bersama, bahwa pada hakikatnya siswa kita di sekolah sama dengan anak kita di rumah. Di rumah, anak kita selain butuh makan, minum, pakaian dan tempat tinggal, mereka juga butuh kasih sayang. Mereka butuh untuk dihargai keberadaannya, butuh diperhatikan aksinya, butuh untuk didengarkan ceritanya, butuh duduk dan jalan bersama, serta hal yang bersifat kebersamaan lainnya. Intinya mereka membutuhkan limpahan kasih dan sayang orang tuanya, yang dapat dikemas dalam satu kata "cinta". Di sekolah, siswa-siswi juga mengharap hal yang sama. Mereka butuh ilmu IPA, Matematika, Bahasa, Agama, Prakarya dan mapel-mapel lainnya termasuk Te-i-ka, karena memang mata pelajaran tersebut penting. Namun ada satu hal yang tidak kalah penting dan tidak boleh dikesampingkan yaitu hadirnya cinta dalam proses pembelajaran. Cinta dalam pembelajaran bisa berwujud kumpulan motivasi, motivasi untuk beribadah, motivasi untuk belajar, motivasi untuk menggapai cita-cita, motivasi untuk kehidupan yang lebih baik, dan motivasi-motivasi untuk kebaikan lainnya.
Konsep dasarnya, hanya cinta yang akan melahirkan cinta, dan tidak mungkin berlaku sebaliknya. Oleh karena hati adalah tempat tumbuhnya cinta, berkembang serta bersemayamnya, maka untuk menyemai, menyebarkan dan menuai cinta juga harus melibatkan hati. Demikian pula pembelajaran harus melibatkan cinta yang ditandai dengan adanya perhatian, kelembutan dan kesabaran. Guru yang mengajar dengan penuh perhatian, kelembutan, kesabaran inilah yang sebenarnya dirindukan oleh mereka. Faktanya, secara psikologis anak-anak lebih suka diberikan kata motivasi dari pada caci maki, lebih senang disentuh dari pada sikap acuh tak acuh, lebih bahagia disapa dari pada dibiarkan saja, dan lebih bangga diberikan apresiasi dari pada dibuli. Kiranya itulah yang dilakukan Pak Eko (guru BK senior, memasuki masa pensiun tahun depan - Juni 2020) sangat paham masalah ini, sehingga beliau terpilih menjadi guru terfavorit.
Nama panggilan beliau adalah Pak Haji Eko, pengalaman dan kiprahnya di dunia pendidikan sudah tidak diragukan lagi, berpindah dari sekolah yang satu ke sekolah lain, termasuk berpengalaman pernah mengajar di daerah terpencil, Timor Timur. Sosoknya yang supel dan rendah hati, nampak ramah dan sabar, pandai mengambil hati dan bijak dalam memotivasi, serta bisa ngemong sehingga anak-anak merasa dihargai, disayangi, diperhatikan dan dilindungi. Itulah yang menjadikan anak-anak akrab dan dekat kepada beliau, karena anak-anak merasa nyaman dan aman di dekat beliau yang dianggap seperti orangtua sendiri. Terlepas dari kekurangan beliau, beliau adalah guru kami, sosok senior yang hebat, sosok yang sangat bijaksana.
Tidak mudah untuk membuat kesimpulan yang integral, namun kiranya beberapa hal berikut semoga bisa menjadi kesimpulan sederhana dalam tulisan kali ini;
- Menjadi pendidik (guru) itu memang berat, tuntutan administrasinya banyak, tuntutan mental spiritual harus paripurna. Wajar, jika hati sedang sumpek dan tidak kondusif maka udara rasanya jengah, rasanya jadi saya adalah guru paling susah, mudah emosi inginnya marah-marah, hingga putus asa gak usah jadi guru sajalah. Percayalah sebenarnya tidak seberat yang dibayangkan, beban kita masih belum apa-apa dibandingkan yang lain.
- Jika terasa capek dan lelah, bayangkan betapa lebih capeknya mereka yang rumahnya jauh dengan jarak 50-70 km (bahkan ada yang lebih) dengan waktu tempuh lebih dari 1 jam, mereka yang waktu dan energinya banyak terbuang dalam perjalanan, juga berbagai resiko dalam perjalanan. Bersabarlah, masih banyak yang lebih berat perjuangannya, bersyukurlah masih banyak yang kondisinya lebih melelahkan.
- Jika mudah marah dan emosi menghadapi siswa yang ekstra-aktif (susah diatur), bayangkan seorang guru mengajar 3 kelas bersamaan (biasa di daerah terpencil), atau pikirkan bagaimana repotnya guru yang mengajar siswa berkebutuhan khusus di SLB, atau sekedar merenung bagaimana berat dan susahnya menjadi seorang guru penyandang disabilitas (tuna netra) yang mengajar di sekolah umum. Bersabarlah, kita yang merasa normal dan mengajar sekolah umum, bagaimanapun jauh lebih ringan masalahnya.
- Jika rasa malas dan bosan menjalar, barangkali kita perlu "merakyat" agar tahu bahwa di luar sana banyak orang menganggap mulia pekerjaan ini. Banyak dari mereka bersedia antri bertahun-tahun untuk bisa menjadi guru (apalagi yang PNS + Sertifikasi), bahkan jika bisa dengan cara membeli banyak dari mereka yang bersedia untuk membayarnya dengan harga tinggi. Bersyukurlah dan jangan sia-siakan amanah yang Alloh berikan ini.
- Jika ada siswa bermasalah, susah diaturlah dan berbagai keluh kesah, memang itulah tantangan pekerjaan guru sebenarnya. Latar belakang siswa yang heterogen membawa masalah yang juga heterogen pula. Hal ini berdasar kajian psikologi bahwa tidak ada orang yang tidak punya masalah, artinya semua orang punya masalah, hanya berbeda-beda bentuk dan kadarnya. Inilah tantangan guru untuk belajar, ujian kesabaran mencapai kebijaksanaan dan tangga motivasi untuk melakukan inovasi.
Sebagai penutup, mari kita sikapi masalah dengan proporsional, masalah di sekolah jangan menjadi beban pribadi apalagi sampai membuat diri menjadi frustasi. Setiap masalah pasti ada solusi, marilah kita hadapi bersama, kita bicarakan bersama dan kita carikan solusinya. Satu hal yang paling prinsip adalah tetap tenang, jangan terbawa emosi. Sebisa mungkin menjauhi kekerasan, baik kekerasan verbal maupun tindakan, dan lebih utama dengan sikap yang lemah lembut (Cuplikan ayat suci Al-Qur'an Surat Ali "Imron : 159). Adapun terhadap kesalahan yang sudah terlewatkan (terlanjur), maka cukupkan dengan introspeksi, perbanyak istighfar dan berusaha memperbaiki diri. Karena sesungguhnya yang membuat seorang terhina, terutama bukanlah kesalahannya, melainkan kekehnya untuk tidak mau mengaku keliru, memohon ampun, dan memperbaiki keadaan.
Akhirnya, marilah kita belajar mengubah diri, sedikit demi sedikit menjadi pendidik yang penuh cinta. Takaran cinta adalah "pengorbanan", dimana wujudnya "lebih banyak memberi dan tanpa mengharap balas", dan bukan sebaliknya banyak menuntut. Marilah kita ikut berperan dan ikut mengambil bagian dalam menyemai cinta di kelas-kelas dalam pembelajaran, dengan menebar kasih sayang di taman-taman lingkungan sekolah. Manfaat waktu senggang untuk memperhatikan dan menelisik mereka, barangkali masih ada di antara mereka yang bajunya lusuh, sobek atau tidak layak pakai, atau mungkin dari mereka yang terlihat galau, sedih, murung atau pucat yang ternyata belum sarapan pagi, barangkali di rumah belum ada sarapan pagi, atau bahkan mungkin sama sekali tidak ada bahan makanan untuk dimasak karena kondisi ekonomi. Pastikan tidak ada lagi wajah-wajah galau, sedih dan muram karena kurang perhatian.
Selamat berkarya, selamat bekerja, semoga sukses ... insya-Alloh.