Sabtu, 21 Februari 2015

Manajemen -11 : Merasa Belum Memadai, Kurang Optimal, Tidak Memenuhi Syarat - Manajemen Quality Control, Kunci Perubahan Menuju Perbaikan Kualitas Diri

Kualitas adalah hal yang mahal dan berat bagi sebagian orang, juga lembaga atau perusahaan. Namun bila kita mau mencermati dan mau belajar lebih lanjut maka kita akan tahu bahwa perusahaan, instansi, lembaga-lembaga atau bahkan warung makan sekalipun hanya bisa mencapai sukses dan menjadi bonafit adalah karena masalah kualitas yang mereka junjung tinggi, mereka usahakan dengan maksimal dan mereka jaga dengan segenap kekuatan yang ada. Dalam skala internasional Jepang adalah salah satu negara yang sangat ketat dengan kualitas, yang sangat dekat dengan istilah presisi, akurat dan tepat. Dan kini Jepang telah membuktikan diri menjadi negara produsen teknologi paling maju di dunia.

Di sela-sela padatnya kegiatan persiapan ujian praktik, Pra-US/UTS dan US/UKK kami mencoba melanjutkan tulisan seri manajemen sekolah ini. Tulisan seri manajemen ke-11 kali ini akan berbicara kontrol kualitas pada suatu sekolah. Sumber inspirasi tulisan kali ini adalah seorang ibu guru muda yang cukup senior - dimana beliau kami anggap sebagai sosok yang memiliki jiwa istimewa, terlepas dari kekurangan beliau sebagai manusia biasa. Sosok beliau yang ramah dan santun kepada semua orang, disiplin dan penuh tanggung jawab, tidak egois dan suka membantu, tertib administrasi dan punya kemauan untuk belajar, dan satu yang menjadi ciri utami (utama red) adalah keibuan. Satu hal lagi adalah beliau tidak mudah terbawa arus, tidak mudah terkontaminasi dan larut dalam situasi yang kurang kondusif.

Tulisan ini mungkin saja tidak akan mengubah apapun, mulai dari pandangan, sikap, perilaku dan kebiasaan selama ini. Namun kami berharap tulisan ini setidaknya mampu memberi wawasan dan turut andil bagi suatu perubahan paradigma yang bermanfaat suatu saat kelak. Karena memang apa yang kita perbuat saat ini tidak akan berdampak langsung dan dapat dilihat hasilnya dalam hitungan hari, bulan atau tahun. Menurut beberapa teori - suatu konsep, pemikiran dan kebijakan baru dapat diterima dan dapat dilihat hasilnya setelah 2-3 tahun berikutnya. Hal ini sangat berkaitan dengan tingkat sensitifitas terhadap kualitas (sense of quality), kemampuan berfikir logis, apresiasi dan kecenderungan, motivasi dan orientasi masing-masing pribadi dalam memahami suatu masalah yang terjadi. Mereka yang tidak punya kepedulian tidak akan mampu melakukan ini.

Kembali ke bahasan quality control, dalam dunia industri / perusahaaan, divisi quality control diisi oleh orang-orang istimewa. Istimewa karena mereka direkrut dari orang-orang pilihan yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Orang-orang ini dipilih khusus karena posisi mereka yang harus bisa mempelajari, memahami dan membuat sistem  pengontrolan kualitas bagi seluruh divisi / departemen. Bagian, divisi atau departmen Quality Control bisa jadi adalah bagian yang tidak disukai oleh banyak orang pada divisi lain, karena pekerjaan mereka yang berkutat pada standar pengukuran yang ketat dengan standar kualitas yang tinggi dan dianggap memberatkan. Divisi ini cenderung kritis, kaku dan ketat dengan berbagai parameter kualitas. Namun, sesungguhnya setiap orang pada seluruh bagian perusahaan sangat membutuhkan divisi ini. Di tubuh mereka keberlangsungan perusahaan disandarkan, di tangan mereka nama besar perusahaan dipertaruhkan, di pundak mereka kejayaan dan kepercayaan perusahaan dibebankan. Posisi mereka sangat krusial dan sangat menentukan kualitas seluruh divisi / bagian, mulai dari masuknya bahan baku, proses produksi, perakitan dan penjualan.

Fokus tulisan ini pada upaya memperbaiki kualitas, bagaimana caranya ? Sesuai judul di atas, maka langkah paling mudah di awali dengan bentuk instropeksi dan mawas diri pada setiap lini, setiap divisi, setiap individu. Instropeksi di sini bukan untuk mengukur kemampuan dan kapasitas diri secara pribadi. Mawas diri ini bukan untuk menilai, menakar, mengukur apalagi menghakimi orang lain. Seperti yang pernah ditulis dan disampaikan Bapak Drs. Kardan bahwa kapasitas personal semua guru dan elemen sekolah di SMPN 2 Kepil secara administrasi sudah memenuhi syarat dan memiliki kemampuan yang dipersyaratkan. Namun yang dimaksud dengan kualitas di sini adalah kualitas layanan sesuai dengan tupoksi dan tutam setiap individu dalam komunitas sebuah sekolah.

Pertanyaannya, lalu siapa yang bertanggung jawab dan berada dalam posisi divisi control quality di sekolah ? Dalam istilah bahasa secara tersurat tidak ada satupun pejabat sekolah yang bertugas menduduki divisi quality control ini. Namun secara tersirat komando utama manajemen quality control ini berada pada jabatan wakil kepala sekolah, yang secara hirarkhis mempunyai garis komando kepada seluruh elemen civitas akademika di sekolah. Maka benar kalau wakil kepala sekolah adalah posisi istimewa dan sentral, maka yang duduk di sana bisa dipastikan memiliki kapasitas dan kapabilitas yang istimewa. Namun dibalik istilah tersurat dan tersirat, sesungguhnya manajemen quality control di sekolah tersebar pada banyak divisi dan wakil kepala sekolah adalah sebagai manajer / direkturnya.

Secara lebih jelasnya begini, division of quality control itu bisa berada/tersebar dari level paling rendah, menengah hingga yang tertinggi. Level terendah berada pada guru dalam menyampaikan pelajaran di kelas, guru ketika bergaul dengan siswa di luar kelas dan ketika guru melakuan pelayanan lanjut / konsultasi terkait mata pelajaran. Level berikutnya ada jabatan tambahan yang menjadi tanggung jawabnya, misalnya wali kelas, kepala laboratorium, kepala perpustakaan, kepala mushola dan jabatan sejenis lainnya. Level selanjutnya adalah koordinator bidang (standar) atau yang sering disebut wakil kepala sekolah bidang tertentu : misalnya bidang kurikulum, sarana-prasarana, dan humas. Sedangkan level tertinggi berada pada kepala sekolah.

Sebagai contoh ulasan yang pertama adalah guru dalam kelas. Inilah kontrol pertama dan paling mendasar. Rencana kemampuan apa dan bagaimana kualitas anak dalam mata pelajaran yang kita ajarkan berada sepenuhnya pada kontrol kita sebagai guru. Kemampuan kita mengendalikan kelas, mengkondisikan suasana yang nyaman dan pembelajaran yang mendidik sangat tergantung pada totalitas kita di kelas yang bersangkutan. Kebiasaan kita sangat berpengaruh dan berimplikasi pada hasil dan sikap kita pada mereka. Siswa yang cuek dan bandel, atau siswa aktif dan bersemangat adalah tantangan yang harus dijawab dan diupayakan untuk dipecahkan dan dicari solusi terbaiknya. Jangan suka menjatuhkan kesalahan pada orang lain dan mengampuni serta membenarkan diri sendiri. Kebiasaan kita yang acuh, suka mengancam / mengintimidasi bukan jalan yang baik untuk menghadapi masalah ini. Keterbukaan kita, sikap kita, keramahan kita dan kedekatan kita pada mereka - itu lebih dibutuhkan untuk mewujudkan situasi yang nyaman dalam pembelajaran. Tidak perlu membuat target muluk-muluk yang pada pelaksanaanya tidak pernah dikontrol dan diarahkan dengan benar. Buat rencana yang wajar dan sesuaikan dengan situasi dan kondisi serta sumber daya yang ada, namun dikontrol dan dilaksanakan dengan baik.

Contoh ulasan lainnya adalah wali kelas - untuk menjaga kualitas kelas yang bersangkutan. Maka tiap-tiap wali kelas punya kewenangan dan tanggung jawab mengukur, mengatur, mengkondisikan dan memvalidasi kelasnya telah memenuhi kualitas yang diharapkan. Keluhan siswa, jam kosong, sarana-prasarana kelas, keakraban dan kekompakan, kebersamaan dan kenyamanan, serta suasana akademik dalam kelas adalah masalah kecil yang sering terjadi. Bila wali kelas masih tidak tahu masalah yang terjadi dan dialami siswa asuhannya, masih bersikap acuh tak acuh dan sejenisnya maka inilah yang perlu diperbaiki, perlu, ditindak-lanjuti dan ditata kembali agar proses validasi kualitas bisa kembali diwujudkan.

Demikian seterusnya pada divisi lainnya, semuanya berpulang pada kesadaran diri mau bersikap yang bagaimana. Kalau masih kekeh / ngotot bahwa  kita merasa "sudah baik, sudah terbaik, sudah benar-benar maksimal" - maka lanjutkan. Namun sekiranya berkenan untuk menurunkan tensi dan gengsi lalu bisa merasa kalau ada yang kurang, berkurang atau hilang - saatnya kita untuk tersadar dan bersiap untuk membenahi kualitas pelayanan kita. Kualitas pelayanan kita akan merubah kualitas siswa kita dan selanjutnya akan merubah kualitas siswa kita menjadi lebih baik, insya-Alloh.

Untuk menjadi sesuatu yang besar, hebat dan luar biasa tentu tidak serta merta, tidak sesaat, tidak ujug-ujug dan tanpa usaha yang nyata, tanpa pengorbanan. Semua harus dimulai dari kesadaran masing-masing diri pribadi "SUDAHKAH SAYA MEMADAI, SUDAHKAH SAYA MAKSIMAL dan SUDAHKAH LAYAK PEKERJAAN SAYA selama ini. Ini perlu untuk mengukur diri : antara karya/kerja kita dengan pendapatan yang kita peroleh. Jangan mencari kambing hitam atau mengalihkan fokus dengan contoh lain yang lebih buruk. Ibarat kata berkaca pada cermin yang buram mustahil bisa mendapatkan hasil yang baik. Maka akan lebih bijaksana bila kita mau melihat benar-benar dari skala nol, lalu kita ukur seberapa diri kita. Setelah sekian lama waktu berjalan, semenjak pertama kali kita memutuskan untuk menjadi guru / pegawai. Adakah yang berubah dalam diri kita. Bisa kita ingat-ingat dari hari pertama, bulan ke dua, tahun ke tiga dan seterusnya, semangat mana yang berkurangsikap mana yang berubah dan rasa mana yang hilang

Terima kasih pada Ibu Rini Utami, S.Pd atas inspirasi dan motivasinya.Tulisan seri manajemen sekolah yang terakhir (seri-12) akan berupa kesimpulan dan semoga bisa kami tayangkan pada minggu ke dua Maret mendatang. Selamat beraktifitas, semoga sukses  (28610-800)

1 komentar:

  1. Bagus sekali, sebagai bahan renungan untuk berbuat lebih baik lagi. Terima kasih atas paparannya yang sangat mengetuk hati untuk selalu introspeksi dan memperbaiki diri.

    BalasHapus