Tak terasa puasa sudah berlalu lebih dari separuh bulan, sebentar lagi lebaran menjelang. Serentetan rencana dan acara telah tersusun, sejuta harapan dan kebahagiaan membuncah dalam jiwa menanti datangnya hari pembebasan setelah sebulan berpuasa dalam bulan ramadhan. Hampir setiap kita telah mengalami berkali-kali puasa, dalam tahun berganti tahun, yang entah sudah berapa jumlah tahunnya. Terkadang muncul satu pertanyaan di dalam diri ini - apakah sudah ada perubahan yang berarti, apakah sudah lebih baik, ataukah masih sama dengan sebelumnya, ataukah justru semakin buruk dan tidak berbentuk. Sebenarnya inilah esensi dari pentingnya sebuah proses puasa, sebuah upaya muhasabah, pembelajaran dan penggemblengan diri dalam rangka perbaikan diri. Yah inilah diri kita, beberapa tahun terakhir ini, apapun adanya diri kita saat ini adalah cerminan diri dari apa yang selama ini telah kita lakukan seiring waktu berjalan. Memang hanya waktu yang bisa membuktikan dan menjadi saksi sebenarnya tentang siapa kita kemarin, sekarang, besok atau waktu mendatang.
Sangat tepat dan sesuai dengan petikan berikut. "Demi waktu, sesungguhnya manusia dalam kerugian, kecuali .... dst." Demikian cuplikan salah satu ayat dalam surat al 'Ashr, yang point utamanya kita disuruh untuk senantiasa memperbaiki iman, selalu berbuat kebaikan, saling memberi nasehat dalam kebenaran dan kesabaran. Setelah cukup lama absen karena kesibukan diklat, alhamdulillah kali ini kami dapat memulai kembali tulisan bertajuk Lentera Hikmah seri ke-5 ini dalam suasana puasa di bulan Ramadhan 1436 Hijriyah. Sebenarnya banyak sumber inspirasi yang muncul belakangan ini, namun kami memilih satu yang agaknya lebih pas dengan kondisi menjelang lebaran tahun ini. Tema yang kami angkat tentang keikhlasan, kerendah-hatian dan tawakal yang pada akhirnya mengangkat seseorang menjadi pribadi yang mulia dan agung. Selamat menikmati.
Dalam setiap hal terdapat pelajaran dan hikmah. Pada kebaikan ada pelajaran baik, demikian pula pada keburukan juga terdapat pelajaran. Pelajaran berharga bisa diambil dari setiap kejadian, setiap hal dan setiap keadaan. Hal ini sangat terkait dengan kepekaan rasa, kelembutan hati dan kehalusan budi. Ketiga hal ini sangat dipengaruhi oleh dominasi emosi dan kecerdasan masing-masing pribadi. Secara umum setiap orang memiliki kecerdasan dengan tingkat yang berbeda-beda dan jenis kecerdasan yang berbeda-beda pula. Ada delapan jenis kecerdasan dasar yang ada pada manusia, namun tidak akan kami uraikan saat ini. Sebagai seorang makhluk sosial - khususnya guru - dari delapan kecerdasan itu ada satu yang bersifat wajib untuk dimiliki, yaitu Kecerdasan Interpersonal (People Smart). Kecerdasan interpersonal ialah kemampuan untuk mengamati dan mengerti maksud, motivasi dan perasaan orang lain. Orang tipe ini biasanya mengerti dan peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak, dan temperamen orang lain, seakan bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain sehingga sangat hati-hati ketika akan bertindak, bersikap atau memperlakukan orang lain. Orang dengan tipe ini akan pandai bergaul dan beradaptasi dan sangat paham situasi kondisi yang sedang terjadi, meminjam kata pak kepala sekolah "Le.... yen siro kepengin slamet, lan disenengi marang liyan,...bisoa " MANJING AJUR AJER, MANCALA PUTRA MANCALA PUTRI"....
Dunia ini isinya memang beragam dan sangat komplek, heterogen dan tidak mungkin sama, di manapun. Bisa dilihat mulai dari yang terkecil dalam satu keluarga, kemudian satu lingkungan kecil RT atau RW, kampung, desa, hingga yang lebih luas lagi. Seperti dalam sinetron, selalu akan muncul figur baik sekali, figur biasa saja, hingga figur yang antagonis semisal Haji Muhidin, Mak Enok atau Kardun dalam TBNH. Figur-figur itu merupakan perwujudan karakter dominan dalam diri seseorang. Ketika yang muncul berupa hal-hal baik, berarti orang tersebut telah menyadari siapa dirinya, kapasitasnya, peranannya dan bagaimana ia bisa menjadi pribadi yang utama yang bisa memberikan manfaat sebanyak-banyaknya bagi sesamanya. Pribadi sebaliknya akan memiliki karakter egosentris yang hanya berfikir tentang dirinya sendiri, tak ambil peduli bagaimana dengan sesamanya. Dia tidak mampu mengolah diri untuk memiliki kecerdasan interpersonal. Bisa dipastikan bila seseorang tidak memiliki kecerdasan interpersonal ini, maka dia akan banyak mengalami kendala, atau bahkan sering menjadi sumber kendala di komunitas / lingkungannya.
Kemenangan tidaklah harus diartikan mampu mengalahkan pihak lain, seperti dalam istilah jawa "Menang tanpo ngasorake". Kemenangan sesungguhnya adalah kemenangan yang bukan bersifat sesaat atau sementara, bukan yang bersifat kamuflase. Kemenangan benar-benar akan terasa jika bisa menimbulkan kebahagiaan bagi orang lain, bukan menjadi beban dan mengakibatkan penderitaan bagi orang lain. Sebuah pelajaran yang sarat makna, penuh inspirasi dan kaya hikmah ditunjukkan salah satu guru yang penuh inspirasi, yang terpaksa harus menarik diri karena berbagai kondisi. Dalam kata-kata penghujung pernyataan diri mengutarakan beberapa point yang benar-benar menghunjam ke relung hati yang paling dalam, bagi siapa saja yang masih mempunyai hati nurani. Beberapa kalimat yang terekam diantaranya :
"Saya ikhlas untuk pergi, agar bisa mengurai masalah, supaya teman-teman kerja bisa kembali fokus kepada pekerjaan yang jauh lebih penting. Sudah terlalu banyak waktu terbuang sia-sia, terlalu banyak energi terbuang percuma ketika yang diperjuangkan tidak bisa merasa dan instropeksi diri, tidak bisa sadar diri, dan tidak bisa merubah diri. Terlalu banyak menguras energi. Karena sudah menjadi karakter pribadi, tak bisa berubah dan sehingga sampai kapan pun tetap tak akan berubah."
"Jangan terlalu berharap seseorang untuk berubah, karena memang tak mudah untuk berubah bagi yang tidak memiliki kesadaran diri. Yang tak mau berubah, biarkan saja dengan perilakunya, mari kita lebih fokus pada hal lain yang lebih bermanfaat, bagi siswa, bagi pekerjaan dan bagi sekolah. Yang ingin baik, mari kita berusaha menjadi lebih baik ..., yang tidak mau berubah, ikhlaskan saja dan serahkan pada yang maha kuasa apa dan bagaimana yang akan terjadi."Banyak pihak yang sangat menyayangkan kepergiannya. Kepribadian seorang guru yang unik, yang menghantarkan dirinya menjadi guru idola di sekolah ini. Kepiawaiannya bermain musik, kinerjanya yang penuh totalitas, penampilannya yang sederhana, bersahaja dan sangat terbuka. Rupanya itulah yang menjadikan dirinya disukai dan sangat dekat dengan siswa, Begitu juga sesama rekan kerja. Hikmah apa yang dapat dipetik dari kepergiannya yang meninggalkan kesan yang luar biasa. Berikut beberapa hikmah yang bisa diambil sebagai pelajaran bagi yang masih bisa mendengarkan suara yang ada di dalam hatinya.
- Muhasabah dan instropeksi diri harus selalu dilakukan, siapapun kita. Agar tidak merasa paling benar, merasa paling hebat, merasa paling kuasa dan paling-paling lainnya. Rasa paling ini yang membuat kita menjadi sombong dan takabur, adigang-adigung-adiguno. Rasa paling ini juga yang akan mematikan hati dari rasa belas kasih, menjauhkan hati dari rasa empati, dan membungkam sikap tenggang-rasa pada sesama. Intinya harus bisa mawas diri, bisa melihat situasi dan kondisi, pandai beradaptasi dengan segala perubahan dan tidak hanya mementingkan urusan diri pribadi (egosentris).
- Merendah, bukan berarti rendah, mengalah bukan berarti kalah - justru sebaliknya dengan merendah kita justru akan lebih mulia dari pada mereka yang serakah dan pongah. Pepatah jawa "Ngalah duwur wekasane" sangat sesuai dengan hal ini. Di mana pun berada orang yang rendah hati akan disukai dan dimudahkan urusannya, demikian juga akan berlaku sebaliknya.
- Merasa bersalah kemudian meminta maaf itulah yang luar biasa. Jiwa yang penuh kemuliaan dan keagungan justru sangat terasa pada orang yang seperti ini. Sebaliknya pihak yang suka membuang kesalahan pada orang lain dan bercuci tangan dari masalah bukanlah sikap seorang yang mulia, walaupun dia mengaku paling mulia.
- Hidup ini beragam, heterogen, bukan homogen. Pasti akan ada beberapa karakter/sikap yang kurang baik di sekitar kita. Sebaiknya kita lebih berkonsentrasi untuk merawat dan mengelola yang baik-baik, agar akselerasi lebih cepat dalam meraih tujuan. Terlalu berkonsentrasi pada sebagian orang yang kurang baik justru terlalu banyak menguras energi, dan waktu akan terbuang sia-sia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar