text

Selamat Datang di Blog SMP N 2 Kepil Wonosobo ... Sekolah SEJUTA IMPIAN, ... Awali Suksesmu Dari Sini ... Mulailah segala sesuatu dengan BISMILLAH ...

Sabtu, 30 Desember 2017

Oase -11: Guru Yang Baik Bukan Sebatas Harapan, Tapi Keniscayaan

Desember sebagai bulan penghujung tahun akan segera berlalu, itu artinya tahun 2017 akan segera berakhir dan berganti dengan tahun baru 2018. Sebagian besar anak muda dan masyarakat menyambut pergantian tahun dengan cara begadang malam melewati jam 00,00 sambil menyalakan kembang api dan mercon, dalam suasana gegap gempita dan berpesta pora. Namun sejatinya pergantian tahun adalah hal biasa, dan yang terbaik untuk dilakukan adalah menjadikannya momen untuk melakukan muhasabah dan introspeksi terkait banyak hal yang telah terjadi pada tahun yang akan berlalu. Adapun bagi dunia pendidikan mengandung arti bahwa semester 1 (satu) pada tahun pelajaran 2017/2018 telah berakhir dan akan memasuki masa semester 2 (dua). Rapor telah diterimakan kepada siswa/orangtua siswa, satu tugas terkait penilain telah tertunaikan, baik yang menggunakan e-Rapor yang berbasis web ataupun yang menggunakan aplikasi sederhana berbasis desktop (Excel). Karena penilaian adalah bagian dari tugas guru, maka harus rela dan harus dijalani dengan segenap rasa tanggung jawab.

Jika tulisan ini sampai ke Anda sebelum malam pergantian tahun semoga bisa menjadi bahan evaluasi sebelum meninggalkan tahun 2017, namun jika Anda baru membaca setelah melewatinya, semoga bisa menjadi bekal membangun motivasi diri untuk menapaki tahun 2018 agar menjadi pribadi yang jauh lebih baik. Tulisan ini sudah mulai diketik saat UAS/PAS berlangsung, namun belum bisa kami tuntaskan karena berbagai pekerjaan yang lebih membutuhkan perhatian. Alhamdulillah, akhirnya tulisan ini selesai juga, kami kerjakan saat malam menjelang pagi, dimana pada saat yang sama sebagian besar teman-teman kami sedang beristirahat di hotel dalam rangkaian Tour de Bali dalam acara yang bertajuk Family Gathering SMPN 2 Kepil. Kami urung (tidak jadi) ikut rombongan ke Bali karena alasan kesehatan yang mendadak "drop", inilah kuasa manusia yang hanya sebatas rencana, sedangkan selebihnya adalah kudrat dan iradat dari Alloh Yang Maha Kuasa. Dibalik semua ini pasti ada banyak hikmah dan pelajaran yang bisa diambil, insya-Alloh.

Kembali ke topik utama, dengan pembagian rapor siswa berarti telah selesai seluruh rangkaian kegiatan belajar mengajar selama satu semester. Waktu pembelajaran efektif dijadwalkan selama 18-20 minggu yang kemudian diakhiri dengan kegiatan evaluasi yang berupa ulangan akhir semester (UAS) atau penilaian akhir semester (PAS). Bagi siswa evaluasi ini akan menghasilkan angka-angka yang melambangkan pencapaian kompetensi selama satu semester baik itu aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan. Hasil akhirnya berupa skor dan predikat siswa pada tiap mata pelajaran, dengan keterangan tuntas KKM atau tidak, predikatnya sangat baik, baik, cukup atau kurang, juga muncul deskripsi sikap spiritual dan sosialnya. Suka cita, kaget dan mungkin juga ada rasa kecewa bisa berkumpul menjadi satu ketika rapor itu diterima oleh siswa. Begitulah hasil evaluasi, apapun hasilnya rapor ini sangat dinantikan oleh setiap siswa juga orangtuanya, yang dengan rapor itu akan diketahui bagaimana hasil belajar siswa tersebut selama satu semester. Kira-kira itulah esensi keberadaan rapor sebagai media komunikasi sekolah/guru kepada siswa/orangtua.

Muncul pertanyaan, apakah ketika rapor telah selesai dibagikan maka serta merta selesai sudah semua tugas sekolah dan guru? Jika dilihat secara sepintas, dari sisi tanggung jawab pekerjaan dan kelembagaan maka jawabnya Ya dan Benar. Namun sejatinya ada hal lain yang urgen dilakukan oleh sekolah, terutama guru. Bahwa sesungguhnya ada serangkaian penilaian (evaluasi) yang berlaku untuk guru, evaluasi ini bertujuan agar diperoleh instrumen/data yang akan berguna untuk pembelajaran pada semester berikutnya, lebih jauh lagi untuk tahun-tahun selanjutnya. Nah, inilah yang akan kita bagikan sebagai bahan pelajaran bersama, sebuah tulisan khas dengan tema Oase : Evaluasi akhir tahun.. Tulisan kali ini tidak bertujuan untuk mendiskreditkan seseorang atau menjustifikasi orang tertentu, namun bersifat umum kepada siapapun kita yang berprofesi sebagai guru/pendidik, semoga bisa membantu kita melihat bagaimana kita sebenarnya.

Kekurangan Diri Tak Nampak
Melihat kekurangan dan kesalahan orang lain adalah pekerjaan paling mudah, apalagi orang yang tidak disukai dan ini yang kebanyakan dilakukan oleh seseorang . Semua kesalahan dan kekurangan orang lain dapat diketahui dan diingatnya dengan detil, bahwa si A begini, si B begitu, si C begini, begitu, dan seterusnya hingga si Z yang begitu dan begini. Namun sangat sedikit yang mau melihat kekurangan dan kesalahan diri sendiri dan ini sangat sulit dilakukan. Kiranya pepatah "Semut di seberang lautan nampak - Gajah di pelupuk mata tak nampak" sangat sejalan dengan hal ini. Secara praktis, untuk mengetahui kekurangan dan kesalahan diri bisa dilakukan dengan beberapa hal berikut: 1) instrospeksi diri, 2) bantuan/saran orang lain, 3) paksaan/kekerasan. Beberapa orang dapat dengan mudah membaca dan mengaca diri lewat cara pertama (introspeksi) karena kepekaan hatinya yang terasah oleh kebiasaan baiknya, beberapa yang lain membutuhkan cara kedua (bantuan/saran orang lain yang dipercayainya) dengan penjelasan yang rinci dan panjang untuk menunjukkan kesalahan/kekurangan dirinya, kemudian yang terakhir adalah orang yang tingkat kepekaan nurani sangat rendah dan cenderung tumpul sehingga harus dipaksa dengan cara kekerasan untuk bisa sadar, bangun dan memahami betapa banyak kesalahan dan kekurangan diri, seperti sebuah Quote yang terkenal, "Kadang kita perlu ditampar terlebih dahulu supaya sadar". Tamparan bisa datang dari Alloh Yang Maha Kuasa yang menimpa diri kita atau dari sesama manusia dalam bentuk yang bermacam-macam.

Sebagai seorang guru yang terbiasa mendidik siswa, juga terbiasa menilai siswa semestinya kita tidak perlu cara yang ketiga, cara kedua saja sudah cukup, dan akan lebih utama bila mampu dengan cara pertama. Jika kita mau mengambil ibroh (contoh) benda yang jatuh di kolam pasti akan muncul reaksi berupa riak/ombak, maka sebagai guru kita bisa melakukan introspeksi diri dengan membaca reaksi dari lingkungan sekitar dimana kita berinteraksi selama bekerja. Gejala/reaksi yang muncul disekitar nya adalah data yang berguna, yang bagi seorang guru setidaknya ada 4 instrumen tolok ukur yang bisa digunakan sebagai kaca benggala untuk menilai diri sendiri, -urutan menunjukkan prioritas- yaitu: 1) siswa, 2) teman kerja, 3) pimpinan dan 4) masyarakat. Cukup dengan membaca reaksi yang terjadi pada 4 instrumen tersebut, maka guru akan tahu bagaimana harkat diri sesungguhnya, karena disini terjadi penilaian alami, realistik, original dan tanpa manipulasi. Kita ambil contoh satu saja pada instrumen yang merupakan prioritas utama yaitu siswa, siswa adalah cermin yang paling jujur, mereka akan menunjukkan suka bila mereka suka. demikian sebaliknya jika mereka tidak suka. Guru yang baik pasti disukai bahkan diidolakan oleh siswa, dimana mereka merasa memperoleh kedamaian saat gurunya tersenyum ramah kepadanya, merasa mendapat dorongan motivasi dan semangat baru saat dibimbing mempelajari sebuah ilmu pengetahuan baru baginya, dan merasa diperhatikan saat mendapatkan perhatian, kasih sayang dan sentuhan dari guru yang serasa orangtua kandungnya.

Tentunya tak satupun guru yang berharap masuk kategori yang buruk, yang kurang bermutu, yang kurang disukai siswa, yang kurang terampil, yang kurang profesional, yang bekerja sesuka hati dan semaunya sendiri serta yang hanya berorientasi pada gaji dan tunjangan sertifikasi. Kata-kata joke "Layamutu wala yahya", sering diplesetkan dengan "Ora mutu ngentek-enteke biaya", bisa diartikan tidak bermutu tapi menghabiskan biaya yang besar. Maka menjadi guru yang baik adalah sebuah keniscayaan, sebuah keharusan, bukan lagi sebatas harapan dan bukan sebatas impian. Gelar guru sebagai "pahlawan tanpa tanda jasa" tidak terjadi begitu saja, tapi karena sarat makna yang luar biasa. Tugas yang diberikan pada guru bukan sembarang tugas, tugas itu berupa "amanah" untuk mendidik calon generasi penerus pemimpin bangsa. Maka guru yang baik menjadi kunci pertama dan utama untuk bisa menghasilkan siswa cerdas, terampil dan berkarakter.

Jika dilihat dari gelar pendidikan, baik yang S1, S2 atau bahkan S3, kita sebagai guru mungkin sudah tergolong tinggi dan bahkan bisa merasa tinggi apalagi jika dibandingkan dengan tetangga, teman sebaya atau kerabat kita yang hanya lulusan SD, SMP atau SMA, Demikian juga jika dilihat dari sisi jabatan, pangkat, pengalaman dan peran di masyarakat membuat kita (guru) dipandang sudah mumpuni, apalagi dengan adanya embel-embel yang berupa gelar pendidikan yang menempel pada nama kita, bahkan beberapa orang gelarnya lebih dari situ masih ditambah dengan gelar keagamaan semisal Haji atau Kyai. Banyak yang kemudian menjadi merasa besar dan bangga dengan sebutan guru, embel-embel dan pandangan  mulia di masyarakat. Namun sebenarnya justru sebutan, embel-embel dan pandangan itulah yang menjadi tabir yang dapat menutupi mata hati kita untuk melihat diri sesungguhnya, Banyak di antara kita yang terlena dan terbuai serta terpedaya sehingga menjadi lupa mengaca diri dan malas mengasah kemampuan diri.

Berikut ini beberapa hal yang semoga bisa menjadi kesimpulan akhir tahun 2017 sebagai bekal untuk menebalkan niat yang terselip dalam sanubari, untuk menggaris-bawahi motivasi gerak tangan dan langkah kaki serta untuk menulis ulang semangat untuk membangun kinerja yang lebih baik di tahun 2018 yang segera menjelang;
  1. Kebaikan harus dipaksakan. Untuk menjadi baik tidak mudah dan tidak ringan, ada banyak godaan dan rintangan. Jika tidak dipaksakan maka kita akan cenderung malas, memilih diam dan menunda hingga waktu yang tidak jelas. Dalam islam ada banyak kebaikan dan keutamaan antara lain membaca Al-Quran, sholat jamaah, sholat sunah rawatib, sholat tahajud, puasa sunah, shodaqoh, haji dan umroh, namun berapa banyak yang mampu melakukannya karena tak mau memaksakan diri untuk melaksanakan. Begitu pula sebagai guru jika kita tak memaksa diri unuk berubah dan berusaha memperbaiki diri maka kita tidak akan berubah dan selamanya kita akan seperti saat ini, bahkan mungkin semakin lama semakin buruk dan terpuruk.
  2. Meluruskan niat. Hati dan pikiran manusia sangat mudah terpengaruh dan sangat mudah untuk berubah. Situasi dan kondisi, perubahan keadaan dan tuntutan kebutuhan banyak berpengaruh dalam perubahan niat yang bisa saja berbelok atau berbalik arah dari awalnya. Niat yang benar karena Alloh, niat yang tulus, ikhlas untuk bekerja mendidik siswa harus senantiasa dijaga dan ditanamkan dalam hati setiap hari, setiap waktu dan setiap saat, dari awal pagi saat berangkat hingga siang/sore saat pulang. Benar salahnya niat dan lurus bengkoknya niat akan menjadi pompa motivasi kerja kita, akan berpengaruh pada proses kerja kita dan sangat menentukan hasil kerja dan kinerja kita.
  3. Membuang malas. Malas adalah penyakit yang nampaknya halus namun sangat akut dan butuh penanganan serius. Banyak kesalahan yang dilakukan karena malas, banyak malpraktek yang  terjadi juga karena malas dan bamyak kerugian ditimbulkan karena ulah orang yang malas. Guru juga manusia yang sangat mungkin terjangkit malas, indikasinya  malas masuk kelas, malas mengajar, malas belajar hal baru untuk mengupgrade kompetensi diri, malas berpikir, malas berkarya dan malas berinovasi. Dampak terburuk adalah ketika malas mengajar, maka kemudian memberi pelajaran atau tugas kepada siswa tidak sesuai tema, tidak sesuai dengan standar kompetensi  dan tidak sesuai dengan silabus (jaman dulu GBPP). Tugas atau pekerjaan yang tidak sesuai dengan kaidah saintifik kurikulum terbaru misalnya : mencatat buku sampai habis, meringkas satu buku utuh atau membuat soal sejumlah tertentu). Maka malas ini harus diperangi, dan obat yang paling mujarab adalah "Tekun", orang cerdas yang malas bisa dikalahkan oleh orang biasa yang tekun.
  4. Rendah hati. Menjadi sosok guru yang rendah hati ternyata sulit dan lebih mudah menjadi yang sebaliknya, guru yang angkuh dan sombong, merasa hebat dan selalu benar. Sebenarnya seiring waktu yang terus bergulir, pengetahuan dan kemampuan yang dulu pernah kita miliki bisa jadi saat ini sudah basi dan ketinggalan jaman, kita yang dulu lincah, enerjik dan terampil sangat mungkin kalah oleh mereka yang lebih muda. Namun angkuh dan sombong mampu menutup dan  memanipulasi semuanya sehingga kita masih sering lupa diri, masih sering bernada tinggi, bersuara keras dan membusungkan dada menunjukkan bekas-bekas kehebatan kita yang bisa jadi saat ini sudah tidak hebat lagi. Rendah hati bisa muncul dalam sosok guru yang bijak, yang sabar dan pemaaf, yang mudah menerima masukan dan siap dibetulkan jika dianggap salah serta tidak arogan ketika merasa benar.
Pertanda baik atau buruknya guru terlihat secara jelas pada karakternya (watak) yang merupakan kumpulan sifat yang dominan dan bersifat permanen. Merubah karakter buruk adalah perjuangan berat, dan hanya bisa dirubah dengan cara merubah kebiasaan. Kesulitan, rintangan, hambatan dan tantangan akan terus ada, maka yang diperlukan untuk merubah diri ke arah yang lebih baik adalah tetap berpijak pada alas niat, tetap berfokus pada loop semangat, tetap berpegangan pada tali tekun dan tetap menapaki tangga rendah hati. Memang tak ada sosok guru yang sempurna, namun kita tidak boleh mengambil hal buruk menjadi payung untuk berlindung agar tetap merasa nyaman dalam keburukan. Dan dari kenyataan bahwa di luar sana sangat banyak guru yang baik, yang berprestasi baik skala nasional, regional atau bahkan internasional, artinya jika kita mau - maka kita pun pasti bisa untuk menjadi guru yang baik, setidaknya meningkat menjadi lebih baik.

Sebagai penutup Oase kali ini, kembali kami tandaskan bahwa tulisan ini tidak untuk mengkritisi siapapun, tidak untuk menjustifikasi pihak manapun dan juga tidak untuk menguliti seseorangpun, namun sejatinya adalah sebuah ajakan kebersamaan, sebuah semangat untuk membangun dan memperbaiki motivasi dan meluruskan niat kita sebagai guru/pendidik, mengoptimalkan karya dan memaksimalkan kinerja melalui pendidikan bagi anak negeri. Teruslah berbuat kebaikan, meski kadang tidak dihargai atau bahkan dicemooh. Hakikatnya perbuatan baik itu untuk diri kita juga, karena Allah akan membalas melebihi yang kita harapkan. Inilah sedikit yang bisa kami tuliskan harapan kami semoga ada satu, dua atau tiga pembaca yang bisa mengambil manfaatnya untuk memotivasi diri menjadi lebih baik. Maka marilah kita berusaha menjadi guru terbaik bagi mereka, kita sambut mereka dengan segenap asa, kita hantarkan mereka kepada gerbang ilmu, pengetahuan dan keterampilan dan kita dorong mereka untuk menggapai sukses mereka, semoga ini semua bisa menjadi catatan kebaikan dan tergolong amal jariyah bagi kita yang menjadi penolong kita di akhirat kelak.Selamat bekerja, selamat beraktifitas, semoga sukses.

3 komentar:

  1. Membaca oase ini teringat kembali beberapa tulisan Pak Maryanto tentang berbuat kebaikan, memotivasi diri, muhasabah diri sampai dengan memperbaiki kualitas diri. Yang itu semua erat kaitannya dengan pekerjaan mulia seorang guru.
    Memperbaiki diri dengan melihat kelemahan/kekurangan diri memang patut dilakukan di manapun tempatnya dan kapanpun waktunya.
    Dan hal ini sangat tepat sebagai momentum diri menjadi pribadi yang baik dan dewasa.
    Meskipun terkadang tidak menutup kemungkinan di tengah jalan menemui hambatan, bisa dari dalam diri sendiri ataupun dari luar.
    Sehingga sangat diperlukan konsekuensi tersendiri. "Pengalaman selalu menjadi guru yang terbaik". Belajar untuk tidak mengulang kesalahan yang sama.
    "Tak mudah mengubah cermin menjadi kaca jendela".
    Semoga ALLOH membimbing kita untuk selalu dapat memperbaiki diri.
    Trimakasih Pak Maryanto, atas OASE nya yang sarat muatan hikmah. 👍👍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya betul Bu Rini, memang motivasi dan muhasabah diri itu isinya hanya lingkup itu-itu, bisa dihidupkan dengan berbagai cara dan dari berbagai sisi. Kami berupaya menuliskan kembali dan memoles sana-sini agar inti dari muhasabah dan motivasi ini bisa digunakan kembali.
      Muhasabah tidak hanya sekali di akhir / awal tahun, menurut ajaran ustad kami, idealnya muhasabah dilakukan di tiga tempat, saat akan mengawali, saat proses berlangsung dan saat telah selesai. Dan motivasi harus selalu didorongkan baik kepada siswa, juga kepada guru. motivasi untuk guru perlu dilakukan agar tidak menjadi guru yang kurus kering, kurus inovasi dan kering motivasi.
      Kami hanya menuliskan yang ada di benak kami, sebatas berbagi kebaikan, karena hanya itu yang kami bisa dan hanya segitu yang kami punya, semoga bermanfaat. Terima kasih.

      Hapus
  2. Banyak yang menilai menjadi guru yang mengajar itu mudah, enak dan terhormat. Setelah membaca uraian ini ternyata banyak hal yang terlewat dan terlupa yang sebaiknya dilakukan sebagai guru, apalagi guru yang masih bau kencur seperti saya, juga penting diperhatikan oleh mereka yang lebih banyak penegalaman.
    Semoga masih diberi banyak waktu dan kesempatan untuk terus belajar dan berbenah, bukan untuk menjadi yang terbaik karena terlalu berat, tapi berusaha untuk menjadi yang lebih baik.
    Terima kasih motivasi dan tamparannya, semoga banyak membawa manfaat.

    BalasHapus