Inspirasi tulisan Manajemen -7 ini tentang beratnya perjuangan seorang ibu yang ingin anaknya sukses. Tak satu ibu-pun yang menginginkan anaknya susah, sengsara atau menderita. Ia akan rela melakukan pekerjaan apapun, penderitaan seberat apapun, bahkan kehinaan apapun demi anak-anak yang dicintainya. Ia akan pertaruhkan jiwa raga-nya untuk kehidupan dan kemuliaan anak-anaknya (jadi berair mata ini mengingat penderitaan ibu saya saat itu, terpaksa harus ikut bekerja membantu bapak sebagai seorang buruh bangunan). "Ya Alloh, karuniakan kebahagiaan pada ibu kami di usia senjanya, dan jadikan kami anak yang bisa berbakti kepada kedua orang tua kami."
Satu episode kisah di Kick Andi, perjuangan ibu yang membesarkan 8 anaknya seorang diri, setelah suaminya meninggal (ibu itu berumur 40 tahun). Pengorbanan, kerja keras, tetes keringat, air mata dan doa seorang ibu demi menghidupi anak-anaknya agar menjadi orang sukses dalam hidup dan karirnya merupakan perjuangan ibu untuk keberhasilan anak-anaknya. Adalah Hj Badariah (ibu dari mantan bupati Bangka H Yusroni Yazid). Sebagai single parent, dia berjuang mencari nafkah untuk menghidupi dan membiayai sekolah delapan anaknya.
Berbagai pekerjaan dilakoninya, mulai dari membuat kue untuk dijual anak-anaknya, mengambil upah cucian dan menyetrika pakaian, menjadi pedagang kredit emas dan barang-barang rumah tangga hingga menjadi tukang masak di kapal keruk milik PT Timah Tbk. Setiap hari hanya istirahat selama 3 jam.
Demi sang anak agar bisa tetap sekolah, dia juga selama tiga tahun hingga usianya 51 tahun masih bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Jakarta ikut keluarga dokter agar putranya, Firdaus, bisa kuliah dan punya tempat tinggal selama kuliah di Jakarta. Sangat keras jalan hidupnya, yang akhirnya berbuah kesuksesan pada anak-anaknya.
Dari kisah perjuangan seorang ibu di atas, pesan yang ingin kami sampaikan begini, Coba POSISIKAN diri pada ibu itu, atau salah satu dari anak ibu itu. Betapa susah dan beratnya perjuangan itu, betapa capek dan menderitanya jiwa itu. LALU, SAMPAI HATIKAH kita telantarkan anak-anaknya di sekolah ini. SAMPAI HATIKAH kita bentak-bentak, kita suruh-suruh semau kita dengan arogansi kekuasaan kita sebagai guru, sebagai pejabat, sebagai staff di sekolah ini. SAMPAI HATIKAH kita menambah penderitaannya dengan sikap kita yang tidak bisa berlaku adil, tidak bisa mengayomi jiwanya yang sangat butuh perhatian kita. SAMPAI HATIKAH kita tidak mengasihinya, tidak menyentuh kepalanya, tidak merangkul perasaannya, tidak merengkuh hatinya menggantikan ayah-ibunya yang tak sempat lagi karena kesibukan dan kondisi tubuhnya yang mulai renta. SAMPAI HATIKAH kita tidak menghiraukannya, tidak membimbingnya, tidak memberinya suport dan motivasi untuk tetap kuat berjuang. SAMPAI HATIKAH kita tidak menyisihkan waktu untuk membimbing dan mendoakan untuk kesuksesan dalam hidupnya. SAMPAI HATIKAH kita tak menyisakan sedikit saja rejeki kita sekedar untuk membelikan buku tulis dan pensilnya yang tinggal 5 senti dan teramat ala kadarnya.
Bapak-Ibu, kita sudah jadi orang tua, mungkin sebagian kita merasa SUDAH SUKSES, sukses dari sisi materi, sukses dari sisi karir, jabatan, golongan dan kedudukan. Namun sudahkan kita sukses menjadi orang tua yang sesungguhnya, terlebih menjadi guru yang sesungguhnya. Rasanya belum lengkap apabila kita sudah merasa sukses hanya dari ukuran materi dan posisi, namun belum bisa memberi imbas yang positif kepada yang lain. Masihkah kita memiliki pribadi yang jauh dari sikap penyantun, sikap penyayang, sikap pengayom, sikap pemurah, sikap empati dan simpati, sikap tulus, dan sikap yang berkaitan dengan hati dan karakter sebagai wujud KEDEWASAAN kita. Kalau sekedar untuk tersenyum saja terasa berat, sekedar tutur kata yang menyejukkan saja tak mampu, kalau sekedar memberi suport dan pujian saja tak mau, apalagi untuk memberi bentuk lainnya dengan ketulusan.
KESUKSESAN SESUNGGUHNYA adalah apabila kita mampu mengajak dan mengantarkan orang lain untuk meraih sukses. Konsep pokoknya adalah MEMBERI, bukan MENGAMBIL. Semakin banyak memberi, semakin banyak berbagi, semakin bermanfaat maka semakin sukses. dalam arti yang sesungguhnya. Manajemen memanfaatkan peluang, inilah yang menjadikan orang sukses. Peluang apa saja, kesempatan yang bagaimana ?
Peluang itu bernama waktu dan kesempatan untuk belajar. Mengapa belajar ? Yah ... memang kesempatan itu bernama belajar. Belajar untuk semakin membuka wawasan dan cakrawala berfikir rasional, belajar untuk mampu bersikap dan bertindak dewasa, belajar untuk bisa berkarya selayaknya profesional sesungguhnya. Belajar apa saja, tentunya yang diperlukan dan mendukung bidang pekerjaannya. Maka sangat tepat apa yang sudah dilakukan oleh Pak Latif, Bu Ruti dan Bu Prihatin yang telah berani mengambil keputusan untuk berani susah payah, berani menderita, berani mengorbankan waktu, tenaga dan biaya untuk melanjutkan jenjang pendidikan S2 meraih Master. Berani mencabut kalkulator matematika untung-rugi dari sisi materi. Karena S2 (Master) bukan untuk tujuan finansial semata, namun lebih berorientasi pada keilmuan, wawasan / keluasan pola fikir, serta sikap yang lebih dewasa dalam menjalani proses dan perjalanan sebagai seorang profesional.
Peluang itu bernama mengambil / menerima kesempatan meraih jabatan. Adanya tawaran untuk mengisi jabatan tertentu semisal pengawas, kepala sekolah, wakil kepala sekolah, ketua panitia ataupun sekadar ketua RT. Oleh karena itu kepada Ibu Ruti, Ibu Prihatin, Bpk Ismain, Bpk Sukarna, Bpk Edi dan Bpk Agus Yuswantoro kami memberi dukungan penuh bagi beliau semua untuk berani maju mengikuti konvensi pemilihan calon kepala sekolah baru untuk tahun depan. Kesempatan dan momen bagus tidak akan terulang kedua / ketiga kalinya. Bisa jadi akan ada lagi kesempatan namun pasti akan berbeda peluangnya, berbeda kondisinya, berbeda pula nuansanya.
Peluang itu bernama kesempatan, kesehatan, kekuatan untuk berkarya dan bekerja. Selagi masih diberi kesempatan, kesehatan dan kekuatan harus dimanfaatkan untuk bekerja dan berkarya yang terbaik, semaksimal mungkin. Jika kesempatan sudah tidak punya, kesehatan sudah terganggu, kekuatan sudah berkurang makan peluang untuk berkarya terbaik menjadi sangat jauh berkurang.
Harapan dan amanah Hj Badriyah dan ibu-ibu dari siswa kita jangan sampai kita abaikan lagi. Mereka ingin peluang sukses bagi anak-anak mereka dapat diwujudkan di sekolah ini. Oleh karena itu, kesempatan untuk berbuat terbaik adalah saat ini, bukan besok, minggu depan, bulan depan apalagi tahun depan. Mari kita mulai untuk belajar, mulai berani mengambil tawaran amanah untuk posisi lebih tinggi, mulai untuk berkarya yang terbaik. Intinya peluang yang masih ada saat ini harus diambil sebagai rangkaian proses untuk menuju lebih baik, lebih berharga, lebih berkinerja, lebih berdedikasi dan mempunyai pribadi yang mulia. Selamat belajar, selamat berkarya untuk kehidupan yang lebih baik, semoga (26094).