Senin, 10 November 2014

Manajemen -5 : Dilandasi Ketulusan, Belajar Berkarya Menjadi Profesional - Manajemen SDM, Membangun Keikhlasan

Kita pada umumnya dapat menikmati buah kelapa bukan dari hasil tanaman kita sendiri, namun dari tanaman orang tua kita, atau bahkan tanaman peninggalan kakek / buyut kita. Mereka (orang tua, kakek atau buyut kita) tidak pernah berfikir menanam untuk mereka sendiri, namun mereka menanam untuk anak-cucu mereka kelak. Pikiran mereka sederhana saja, bagaimana mereka bisa membuat tinggalan yang baik untuk anak-cucu mereka. Tidak ada yang menyuruh, tidak perlu surat perintah, dan tidak dijanjikan upah atau gaji yang diterima atau bakal diterima. Ikhlas, semata-mata tuntutan jiwa untuk berbagi kebaikan,  Begitulah kira-kira tema tulisan kali yang diinspirasi dari tanaman pohon kelapa.

Senada dengan tema di atas,`sosok yang kami angkat kali ini adalah Albertina HO, hakim yang terkenal karena menangani kasus besar mafia pajak Gayus Tambunan, jaksa Cirus Sinaga dan spiritualis Anand Krishna. Beliau nampak sangat profesional dan tegas dalam menangani kasus hukum, baik itu kasus besar maupun kasus kecil. Namun dibalik sikapnya yang profesional, penampilan beliau tetap sederhana. Naik angkot, bus Trans Jakarta dan bus umum lainnya. Dan hal yang paling penting dan menjadi fokus tulisan ini adalah kinerjanya yang benar-benar menunjukkan ketulusannya dalam menjalani profesinya yang penuh tantangan dan tekanan dari berbagai pihak, namun tetap dapat bersikap adil dan lurus dalam menjalankan tugas menangani berbagai perkara yang dibebankan kepadanya. Tidak mengambil kesempatan dalam kesempitan. Menurut  beliau kuncinya IKHLAS dalam menjalani tugas yang dipercayakan padanya. Berkarya dan terus berkarya, lakukan saja yang untuk kebaikan, pungkasnya.

Menjadi guru tentu berbeda dari hakim, namun pada sisi lain, kita sebagai guru / pendidik juga memiliki lingkup tanggung jawab yang sama, hanya berbeda pada obyek dan lokasinya. Guru memiliki peran yang sangat strategis dan MULIA baik di sekolah maupun di masyarakat. Oleh karena itu amanah itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya agar tugas MULIA itu benar-benar MULIA dalam pelaksanaannya dan hasilnya sesuai dengan harapan yang dicita-citakan. Untuk menjadi peran MULIA itu, maka seperti halnya hakim, guru harus mampu memposisikan diri dan menjalankan tugasnya sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang telah diterimanya sebagai guru. KETULUSAN / KEIKHLASAN adalah kuncinya. Ketulusan dan keikhlasan di kala melaksanakan tugas, memberi ilmu kepada siswa, membimbing siswa dalam berinteraksi dan bermasyarakat. Juga ketulusan dan keikhlasan dalam berbagi pengetahuan dan manfaat kepada sesama guru. Tak lepas ketulusan dan keikhlasan dalam melaksanakan tugas tambahan sebagai pejabat sekolah, kepanitiaan dan tugas tambahan lainnya.

Kemuliaan tidak terkait dengan penampilan yang serba istimewa, tidak selalu bersumber pada posisi puncak. Justru dalam kesederhaan yang dibalut dengan jiwa yang istimewa akan memposisikan orang menjadi mulia. Prinsip yang perlu dipegang erat, ketulusan / keikhlasan akan selalu berbuah manis. Hasilnya kapan, hanya soal waktu, cepat atau lambat. Namun kata ikhlas mudah diucapkan siapa saja, lalu parameter apa yang bisa untuk mengukur indikasi kita ikhlas atau tidak.
Berikut beberapa hal terkait IKHLAS :
  1. Ikhlas adalah perbuatan hati, hanya kita dan Alloh saja yang tahu kita ikhlas atau tidak. Ikhlas tidak perlu diucapkan, karena bukan perbuatan lisan, sehingga kalau pun kita sering bilang ikhlas bisa jadi sebenarnya kita terpaksa.
  2. Ikhlas tidak mengenal waktu, tidak ada kata kadaluarsa, berlaku sepanjang masa. Iklhas adalah buah dari perjalanan jiwa yang panjang. "Dulu saya ikhlas, namun kalo begini jadinya saya menyesal". Yang seperti ini pertanda tidak ikhlas.
  3. Ikhlas tidak senang / bangga ketika dipuji, tidak sedih / sakit hati ketika dicaci atau tidak dihargai. Ikhlas ada pada orang yang lapang dada, selalu aktif berkarya, apapun hasilnya. Ikhlas hanya dimiliki oleh orang yang tidak mudah lupa diri dan tidak sempit hati. Intinya, tanda-tanda ikhlas adalah TIDAK MUDAH PUTUS ASA, TIDAK "MUTUNGAN".
  4. Ikhlas tidak menuntut hak dan tidak berorientasi pada uang. Ikhlas akan membawa orang untuk bekerja semaksimal yang ia bisa, upah hanyalah hasil sampingan yang merupakan buahnya. Bila masih merasa kurang dengan hak (upah) yang kita terima dan MERASA harusnya lebih banyak, sesuai JABATAN / POSISI kita, maka yang demikian kerja kita belum ikhlas sepenuhnya.
Tolok ukur ikhlas lainnya bisa dirasakan dalam pergaulan dalam lingkungan bersangkutan. Ikhlas akan selalu berorientasi pada kebaikan bersama. Ikhlas bukan berorientasi kebaikan / keuntungan diri pribadi. Senang jika dirinya bisa bermanfaat bagi sesama dan sebaliknya sedih jika dirinya menjadi beban dan penyebab celaka sesama. Ia akan berusaha membangun dan berbuat untuk kebaikan dan kemajuan bersama, bukan kehancuran seseorang, apalagi kehancuran bersama.

Orang yang terbiasa hidup susah akan lebih mudah untuk ikhlas, karena ia terbiasa hidup dalam keadaan yang tidak diharapkan. Sebaliknya orang terbiasa hidup mudah, serba kecukupan akan lebih sulit memiliki jiwa ikhlas, lapang dada dan berjiwa besar. Memang tidak mudah untuk bisa langsung memiliki jiwa ikhlas, karena ikhlas bukanlah seperti makanan yang bisa dibuat jika ada resepnya. Ikhlas adalah hasil dari olah jiwa, olah rasa dan olah hati. Ikhlas bisa dibentuk oleh pengalaman dan pembiasaan. Belajar dan terus belajar, berlatih dan terus berlatih, berkarya dan terus berkarya. Kita harus benar-benar belajar untuk menjadi pribadi dengan jiwa ikhlas dan tulus dalam menjalankan tugas kita, Jangan sampai kita merendahkan harga diri / kemuliaan kita dengan sesuatu yang amat sedikit (beberapa lembar uang). Jangan jadi pribadi PNS NYLEKUTIS, toh ... sebenarnya sebagai PNS kita sudah digaji lebih dari cukup, apalagi bagi PNS yang mendapat tunjangan sertifikasi.

Sistem / manajemen hanya akan bagus dan maju bila di dalamnya pribadi yang profesional dan berjiwa ikhlas. Pribadi yang tulus ikhlas adalah modal termahal untuk membangun sekolah ini, besarnya untuk negeri ini. Sebaik apapun kurikulum, sebaik apapun sistem manajemen, namun kalau pribadi-pribadi di dalamnya masih orientasi kepentingan dan keuntungan pribadi maka akan sulit mewujudkan cita-cita kebaikan bersama. Selamat belajar - selamat berkarya, semoga sukses. (25505)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar