Agustus adalah bulan bernuansa perjuangan, maka kami mencoba membuat tulisan bertema
perjuangan guru. Walau tidak minta dihormati dan dihargai layaknya pahlawan, tetaplah guru adalah sosok pejuang, pejuang pendidikan. Bahwa dalam kesederhanaannya guru adalah pejuang yang selayaknya diberikan apresiasi dan penghormatan, bukan untuk membesarkan hati, tetapi sebagai bentuk pembelajaran
dan
motivasi kepada para murid, orang tua wali dan masyarakat. Tema ini sengaja kami tuliskan dengan harapan bisa memberikan semangat dan motivasi kepada anak-anak untuk tetap belajar dengan baik dan optimal di masa pandemi Covid-19, dengan sebuah prinsip bahwa dalam kondisi sesulit apapun cita-cita dan masa depan haruslah diraih dengan
penuh perjuangan.
Penuh perjuangan, itulah inti rangkaian dari kisah Si Udin (Manusia Marbot) yang menjadi viral dan inspiratif bagi dunia pendidikan beberapa hari ini, khususnya di Yogyakarta. Disadur dari sepenggal kata sambutan yang disampaikan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dalam acara pengukuhan dua guru besar UNY, Prof. Dr. Sri Wening, M.Pd., dan Prof. Ir. Moh. Khairudin, M.T., Ph.D, bertempat di Auditorium UNY, Sabtu, 8 Agustus 2020. Rektor UNY, Prof. Dr. Sutrisna Wibawa, M.Pd, menyampaikan sebuah kisah berjudul “Sebuah Inspirasi Dari Masjid Jogja: UDIN, yang tidak lain adalah Prof. Ir. Moh. Khairudin, M.T. Ph.D
., dalam perjalanan hidupnya, yang diawali kisahnya dari seorang marbot, akhirnya menjadi seorang profesor, gelar tertinggi dari jabatan seorang dosen". Perjalanan
UDIN dari MARBOT MASJID jadi PROFESOR, secara singkat penulis rangkum sebagai berikut.
Tahun 1998, dia ke Jogja, sebagai mahasiswa baru UNY, jurusan elektro. Kehidupannya yang tidak berkecukupan membuatnya prihatin, kuliah, tinggal dan mengurus masjid Al Amin,
menjadi marbot dan jualan tempe. Setiap pagi setelah subuh, dia kayuh sepeda bututnya, mengambil tempe dan mengantar ke langganannya. Setelah itu, kembali ke masjid untuk membersihkan masjid, kemudian mengayuh sepedanya di kampus yang jaraknya sekitar 5 km. Kadang malam hari selepas isya dia masih mengantar tempe ke langganannya yang lain. Tak jarang dia pulang ke masjid di sela-sela jam kuliahnya untuk melantunkan
adzan dhuhur atau ashar. Kemudian balik lagi ke kampus untuk meneruskan kuliahnya. Sepulang kuliah, dia mengajar anak-anak mengaji di TPA masjid. Berpuluh anak belajar a-ba-ta-tsa,.... darinya. Tepuk anak sholeh dan lagu anak TPA pun diajarkannya. Setiap malam kamis, pengajian rutin disiapkannya. Sebagai marbot masjid, dia mengangkat minum dan snack, membagikan ke jamaah yang hadir mengaji. Setelahnya, dia merapikan lagi tikar gelaran tadi, menyapu dan mengepelnya agar kembali bersih dan rapi seperti semula.
Alhamdulillah, akhirnya si-Udin lulus dengan
predikat cumlaude. Kemudian ia meneruskan kuliah S2 di ITS Surabaya. Selang berapa tahun, dia kembali ke kampung dan membeli rumah di dekat dengan masjid yang dulu dia rawat. Kali ini berbeda, tidak sebagai marbot masjid, dia sudah menjadi dosen di UNY dan sudah lengkap dengan gelar Ph.D (Philosof of Doktor, gelar S3 dari luar negeri) dan lengkap dengan keluarga beserta tiga orang anak. Bertahun berlalu, Udin yang dulu mengayuh sepeda bututnya, sekarang sudah mengendarai mobil saat menuju kampus UNY tempat bekerjanya. Sesekali masih dikayuh sepedanya untuk berolah raga. Dan perjuangan panjang itu telah berbuah manis,
tepat tanggal 8-8-2020 mendapatkan anugerah Profesor (gelar jabatan tertinggi seorang dosen). Profesor Khairudin, di usia sangat muda.
Cerita ini sengaja penulis sajikan dengan tujuan untuk memberi motivasi kepada murid-murid
SMPN 2 Kepil semuanya, agar menjadi inspirasi untuk semangat meraih cita-cita. Bahwa kondisi wabah Covid-19 saat ini tidak boleh menjadi alasan untuk berbuat semaunya, bermalas-malasan atau malah menjadi kesempatan untuk mangkir dari segala kegiatan pembelajaran. Masa depan kalian ditentukan oleh sikap, mental dan perilaku kalian sejak saat ini. Orangtua di rumah dan bapak-ibu guru di sekolah hanyalah membantu mengarahkan, memfasilitasi, memotivasi dan bimbingan bagi kalian meraih sukses.
Keberhasilan dan
kesuksesan kalian sangat bergantung pada semangat, motivasi dan usaha kalian sendiri.
Kalian semuanya harus punya cita-cita yang mulia, semangat yang hebat, motivasi yang tinggi dan usaha yang luar biasa. Hikmah dari cerita di atas bahwa
mereka yang sukses adalah mereka yang menjalani dengan
penuh kesungguhan. Sekaya apapun orang tua dan sehebat apapun guru tidak akan berpengaruh besar jika kalian tidak punya niat dan greget untuk sukses. Bertepatan dengan bulan Agustus yang bernuansa perjuangan kemerdekaan ini, kami mewakili bapak ibu guru mengajak kalian semua, mari kuatkan kembali semangat dan motivasi untuk meraih cita-cita dan masa depan yang lebih baik. Masa depan kalian ada di tangan kalian, kebahagian keluarga kalian ada di pundak kalian dan kemakmuran negeri ini bergantung pada kesuksesan kalian.
Sebagai motivasi tambahan
untuk tetap bersemangat, coba amati perjuangan bapak-ibu guru di sekolah, lihat pengorbanan mereka. Amati motor dan helm mereka yang terlihat butut karena lelah di perjalanan, lihat jaket dan tas mereka yang telah berubah warna karena setiap hari terpanggang terik matahari, rasakan pula betapa capeknya fisik mereka sekedar untuk berbagi ilmu, hikmah dan pelajaran. Mereka, bapak ibu guru juga memiliki putra-putri, ada yang sudah bekerja dan berkeluarga, ada yang masih sekolah, ada yang seusia kalian, ada yang sudah SMA, ada yang sudah kuliah, bahkan ada juga yang masih kecil-kecil. Mereka rela
pergi ke sekolah setiap hari meninggalkan putra-putri mereka di rumah, mereka berusaha untuk mempersiapkan dan memberikan pembelajaran yang terbaik agar kalian tetap bisa belajar yang baik dan optimal di tengah pandemi ini. Maka hargai dan hormati bapak ibu guru, mereka bekerja dan berjuang agar kalian tetap bisa belajar dengan baik dan optimal walau terdapat banyak keterbatasan.
Siapapun kalian, sebagai pelajar kalian
harus belajar dan berjuang. Tidak memandang anak pejabat atau rakyat, anak pegawai atau anak petani, anak orang kaya atau anak orang biasa, bahkan anak orang yang terbatas dan kurang segalanya. Beberapa bapak ibu guru di sekolah ini juga demikian, ada yang hanya anak buruh bangunan, buruh tani, penjual asongan hingga buruh cuci, tetapi itu semua tidak menyurutkan semangat belajar mereka dan meraih sukses menjadi guru. Guru kalian di sini datang dari
berbagai daerah, mulai dari yang terdekat Wonosobo, Magelang, Purworejo, Kebumen, Sleman, Gunung Kidul, Boyolali, Klaten, Solo hingga yang terjauh dari Pacitan. Perjuangan mereka juga bermacam-macam, ada yang kisah perjuangannya bak novel picisan, inilah kisah nyata guru yang sekarang mengajar di sekolah ini, sejak awal SMP (seusia kalian) sekolah sambil mencari upah kerja di sawah, saat SMA hingga kuliah kerja sambilan menjadi kuli bangunan, pergi kuliah naik sepeda ontel sejauh 18 km dari rumahnya. Beratnya perjuangannya tak cukup sampai disitu, pernah mengalami 3 tahun putus sekolah dimana sempat terhenti 1 tahun setelah SMP dan terhenti 2 tahun setelah SMA, semua terjadi karena keterbatasan ekonomi. Maka pesan kami, apapun yang ada dan terjadi saat ini, tetaplah bersyukur dan kuatkan kembali semangat meraih masa depan yang harus lebih baik.
Terkait dengan situasi pandemi ini, kami bapak ibu guru akan berusaha melakukan yang terbaik untuk melayani dan membantu memfasilitasi belajar kalian. Walau usia sudah tidak lagi muda, tapi semangat perjuangan kami tetap menyala untuk negeri Indonesia tercinta. Kami tidak ingin menjadi guru yang hanya mau enaknya saja, asal memberi tugas tanpa pengantar, tanpa stimulan dan tanpa melibatkan rasa seperti meme yang banyak beredar di media, contohnya ;
"materi hari ini merangkum buku paket halaman 10 sampai...halaman 250" atau
"anak-anak, hari ini kerjakan halaman 17-20, minggu depan ulangan ya". Nah, silahkan bagi kalian yang ada kendala terkait pembelajaran, jangan diam, jangan malas dan jangan hanya menyalahkan keadaan. Jika ada yang bermasalah dengan perangkatnya silahkan datang ke sekolah, insya-Alloh bapak ibu guru akan siap membantu. Demikian juga yang benar-benar tidak ada perangkat Android bisa datang ke sekolah untuk mengambil tugas, dalam hal kebaikan dan untuk kebaikan tidak perlu malu.
Kami mengajak kepada seluruh civitas akademika, baik murid, guru, orangtua murid dan masyarakat, mari dalam bulan perjuangan ini kita berikan apresiasi, penghormatan dan penghargaan atas jasa guru sebagai
pejuang pendidikan. Tangan guru memang tidak mengangkat senjata api, tidak memegang tombak, tidak menghunus keris atau pedang, tidak juga menggenggam granat untuk menyerang musuh, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa di tangan guru-lah
masa depan negeri ini. Di tangan guru yang mengajarkan ilmu pengetahuan dan keterampilan, yang mendidik dan membimbing ruhani agar para murid memiliki karakter utama dan mulia, itulah esensi guru dalam menyiapkan calon generasi penerus dan pemimpin bangsa. Mungkin ada yang akan menjadi gubernur, bupati, rektor, dosen, kepala sekolah, guru, pilot, tentara, polisi, pejabat, pegawai, pengusaha, pedagang ataupun bidang lainnya.
Belajar dari Pak Udin sang Marbot yang jadi profesor, maka apapun adanya kalian saat ini tetaplah belajar, bahwa jika kalian
mau berusaha dan
berjuang dengan
sungguh-sungguh, insya-Alloh pasti bisa diraih, karena bagi Alloh tidak ada yang tidak mungkin. Oleh karena itu anak-anak semuanya, jaga semangat kalian untuk terus belajar dengan memupuk motivasi, karena motivasi adalah kunci utama dalam belajar. Satu lagi yang tidak kalah penting, jangan lupa belajar budi pekerti, akhlak atau tata krama, karena sepintar dan sehebat apapun seseorang jika tidak punya akhlak dan budi pekerti justru akan menjadi
orang sombong dan tinggi hati yang menjauhkan rejeki dan rasa simpati. Pada caption di atas nampak gambar
Pak Latif dan
Pak Abdullah, yang keduanya sedang dikarunia sakit, mari bersama kita doakan semoga beliau berdua segera diberikan kesembuhan oleh Alloh SWT, diangkat penyakitnya dan bisa kembali sehat dan pulih seperti sedia kala, Aamiiin.
Selamat belajar, selamat berkarya dan beraktifitas, semoga sukses.