Mengawali tema oase ini kami ingin sedikit berbagi cerita hal yang mungkin bisa terjadi di mana saja. Beberapa waktu lalu kami menulis sebuah status di media sosial terbesar di Indonesia, yang terjadi berikutnya muncul banyak komentar dan beragam yang umumnya bersifat positif. Dari sekian banyak komentar tersebut ada satu komentar istimewa yang kemudian menjadi inspirasi dan selanjutnya menjadi bahan utama tulisan Oase 8 kali ini. Komentar tersebut secara lengkap berbunyi demikian "Begitulah kehidupan pak... kita ini sedang menulis ceritera... untuk di ceritakan lagi dialam lain". Beliau membuat komentar tersebut atas tulisan status kami yang mengungkapkan rasa terhadap kerendahan hati seseorang, demikian tulisan status kami tersebut : "Harapan dan doa teman guru yang tawadhu' - Jika sudah baik, jadikan saya istiqomah dan semoga bisa memberi manfaat kepada yang lain - Jika belum baik, bukakan hati dan pikiran saya untuk bisa belajar dan mengambil hikmah atas segala kejadian - Jika di tempat ini tidak bisa menjadi baik, berikanlah tempat baru yang bisa membuat diri lebih mendidik, lebih baik dan lebih mendewasakan".
Sekuel kehidupan bisa berubah-ubah, tergantung pada rekaman peristiwa. Benar adanya bahwa apa yang ada dan terjadi saat ini adalah hasil dari cerita yang pernah kita tulis pada tahun-tahun yang telah berlalu. Ketika ada seorang guru yang kemudian menjadi guru pavorit (paling disukai) bagi siswa karena baik, ramah, santun atau pandai, cerdas, terampil - tentukan bukanlah hasil sulapan atau trik sesaat, namun hasil rekam jejak yang ada pada memori siswa. Demikian pun yang terjadi ketika ada siswa yang saat itu duduk di kelas 9A (Rini) yang bisa menirukan beberapa guru dengan secara spesifik dan sangat mirip, tentu bukan pula sebuah rekayasa tanpa ada ujung pangkalnya. Lebih lanjut, dan ini yang lebih parah adalah ketika dari sebuah survei diperoleh data yang merujuk kepada status seseorang menjadi figur yang tidak disukai karena dianggap buruk atau tidak semestinya. Hal itu mungkin saja terjadi karena siswa menilai ia galak, pemarah, acuh dan kurang perhatian, - dan tentu saja tidak ada hipnotis yang dilakukan agar siswa menilai buruk pada gurunya. Dan inilah yang kami maksud dengan sekuel kehidupan, segala sesuatu bisa saja terjadi. Semua bisa terjadi, kapan saja, dimana saja dan pada siapa saja. Bahwa bisa saja kali ini kita dinilai buruk, namun di lain waktu bisa berubah menjadi baik, demikian sebaliknya dari baik bisa menjadi buruk.
Prof. Dr. Khoirul Anwar
pemilik paten di Jepang atas sistem telekomunikasi 4G berbasis OFDM
(Orthogonal Frequency Division Multiplexing) yang kini bekerja di Nara
Institute of Science and Technology, Jepang. Dia mengurangi daya
transmisi pada orthogonal frequency division multiplexing. Hasilnya,
kecepatan data yang dikirim bukan menurun seperti lazimnya, melainkan
malah meningkat. Hasil penelitiannya tersebut mampu menurunkan power
sampai 5dB=100 ribu kali lebih kecil dari yang diperlukan sebelumnya.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/ella_zulaeha/ilmuwan-indonesia-mendunia-lebih-terkenal-di-negeri-orang_550fdf39813311d334bc613d
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/ella_zulaeha/ilmuwan-indonesia-mendunia-lebih-terkenal-di-negeri-orang_550fdf39813311d334bc613d
Prof. Dr. Khoirul Anwar
pemilik paten di Jepang atas sistem telekomunikasi 4G berbasis OFDM
(Orthogonal Frequency Division Multiplexing) yang kini bekerja di Nara
Institute of Science and Technology, Jepang. Dia mengurangi daya
transmisi pada orthogonal frequency division multiplexing. Hasilnya,
kecepatan data yang dikirim bukan menurun seperti lazimnya, melainkan
malah meningkat. Hasil penelitiannya tersebut mampu menurunkan power
sampai 5dB=100 ribu kali lebih kecil dari yang diperlukan sebelumnya.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/ella_zulaeha/ilmuwan-indonesia-mendunia-lebih-terkenal-di-negeri-orang_550fdf39813311d334bc613d
Tak seorangpun dapat menerima apalagi bangga jika dianggap, di-cap, di-stempel buruk. Dan faktanya yang terjadi adalah kebanyakan mereka tidak sadar jika cap itu ada dan menempel pada dirinya, bisa jadi memang tidak tahu namun mungkin juga karena tidak mau tahu. Kita tetap harus berfikir positif, bahwa bukan berarti sesorang yang buruk akan selalu buruk dan tidak bisa merubahnya menjadi yang sebaliknya baik. Hal ini karena sebenarnya setiap kita sudah diberi dan dilengkapi dengan berbagai
kehebatan dan kelebihan untuk menutupi kelemahan dan kekurangan. Kalau kemudian seseorang menjadi sangat baik dan menghasilkan berbagai karya hebat, spektakuler dan monumental itu karena dia menjaga dan memposisikan diri untuk selalu berada dalam kehidupan yang baik, yang produktif, yang berdaya guna dan yang bermanfaat bagi banyak orang. Mungkin terlalu tinggi jika harus berkaca pada Prof. Dr. Ing. BJ. Habibie, M.Eng dengan desainnya yang dipakai dan diadopsi perusahaan Boeng dan industri pesawat terbang sedunia, atau juga Prof. Dr. Eng. Khoiril Anwar assisten profesor di Jepang, aslinya dari Kediri yang kemudian dikenal dengan penemu teknologi 4G - LTE. Mereka terlalu hebat, terlalu baik dan terlalu tinggi untuk dibandingkan dengan diri kita.Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/ella_zulaeha/ilmuwan-indonesia-mendunia-lebih-terkenal-di-negeri-orang_550fdf39813311d334bc613d
Kita tetap harus mengukur baju pada badan sendiri, artinya kita mengukur kemampuan diri sendiri, yang sesungguhnya dan pasti kita mempunyai berbagai kelebihan. Kita tinggal menggali potensi diri, memompa semangat untuk berkarya, berprestasi dengan penuh integritas diri. Menjadi yang terbaik ? Syukur kalau bisa, namun sejatinya tidak harus. menjadi yang terbaik. Sebaiknya tidak usah berfikir untuk menjadi yang terbaik, karena tak akan pernah bisa dan akan membuat kita kecewa. Seperti pepatah "Di atas langit masih ada langit", di luar sana yang baik atau yang lebih baik itu banyak - bahkan sangat banyak. Tugas kita adalah melakukan hal terbaik yang bisa kita lakukan, melakukan sesuatu dengan penuh dedikasi, penuh totalitas dan penuh integritas diri. Kenapa harus ada integritas diri (kejujuran), .... ya karena jika kebaikan atau prestasi yang diperoleh tanpa integritas diri, diperoleh karena mengakali atau tidak jujur justru akan menjadi bumerang yang akan menyusahkan diri sendiri.
Mapan, Aman, Nyaman
Inilah hal kebanyakan menjadi kendala sesorang untuk berkarya dengan optimal sehingga bisa berkarya sesuatu yang hebat dan istimewa. Tidak ada salahnya jika orang berharap hidup mapan, aman dan nyaman, dan ini adalah wajar (sunatulloh), namun tetap harus pada fase dan koridor yang semestinya. Menjadi salah dan semakin parah ketika orientasi hidup mapan, aman dan nyaman namun mengabaikan kebenaran, etika dan mengabaikan perasaan orang-orang di sekitarnya. Ketika hanya berorientasi mapan, maka segala daya upaya dilakukan untuk sebuah kemapanan yang bahkan mungkin bisa dengan cara dibeli. Demikian juga dengan aman, yang malas sekalipun bisa mudah mendapatnya, apalagi jika merasa bisa membayar berapapun demi status yang penting aman. Idaman. Terlebih orang yang berorientasi nyaman, mereka tak mau susah-susah mikir, mau susah payah bekerja, dan tak mau tahu bagaimana orang lain pada saat yang sama susah, menderita atau bahagia. Jika kita hanya berfikir untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, kemapanan diri sendiri, aman untuk diri sendiri dan kenyamanan yang dinikmati sendiri, maka akan banyak membuat masalah bagi yang lain dan bahkan mungkin menyusahkan dan menyengsarakan orang lain.
Di sinilah dibutuhkan kepekaan diri, kepedulian diri dan kehalusan nurani, bahwa kita tidak hanya hidup sendiri, bahwa kita tidak hanya berpikir untuk kepentingan diri sendiri. Momen ramadhan adalah waktu terbaik untuk memulai menuliskan ceritera diri, ceritera tentang diri kita sendiri. "Laallakum tattakun", menjadikan kamu sekalian bertaqwa. Puasa bukan sekedar menahan lapar dan haus dari subuh hingga maghrib. Pada hakikatnya puasa lebih melatih kita peka pada lingkungan, bagaimana rasanya mereka yang tak punya sesuatu untuk sekedar makan, bagaimana rasanya orang susah yang serba kekurangan. Kita dilatih untuk lebih halus perasaannya, lebih lembut hatinya dan lebih murah hati untuk memberi. Puasa berhasil akan menjadikan diri jauh dari egois, tamak/serakah serta menjadi pribadi yang punya empati dan mudah peduli.
Momentum Ramadhan ini adalah awal yang tepat untuk memulai ceritera baru tentang kita, tentang diri kita, sikap kita, kedewasaan kita, moral dan spiritual kita, lengkap dengala hal baik dan hal buruknya dan kita sendiri yang akan menuliskannya. Inilah yang akan menjadi awal ceritera diri kita ke depan, setiap hari kita akan menulis ceritera tentang diri kita, sehingga setahun ke depan kita akan mempunyai catatan baru, lembaran baru yang akan dibaca oleh siswa-siswa kita, oleh teman-teman kita, oleh tetangga kita dan oleh saudara-saudara kita bahwa kita telah berubah, kita menjadi bertambah baik dari tahun sebelumnya. Jika ini terjadi terus menerus dari tahun ke tahun, dari waktu ke waktu, maka bukan tidak mungkin kita akan menjadi pribadi idaman yang sangat didambakan setiap insan. Puasa yang sejatinya untuk menjadikan seseorang naik keimanannya hingga derajat taqwa pada implikasinya bukan hanya taqwa sendirian, bukan sukses sendiri, bukan hebat sendiri, namun taqwa bersama, sukses bersama dan hebat bersama. Mari kita sambut hari-hari ke depan dengan berbagai karya dan prestasi yang lebih baik. Selamat berpuasa, selamat berkarya semoga sukses. <985>