Rabu, 15 April 2015

Lentera Hikmah -1 : Buka Mata, Buka Telinga, Lihat Sekitar Kita - Lembutkan Hati Untuk Bantu Sesama

Alhamdulilah, atas karunia nikmat-Nya kami bisa menulis kembali setelah absen beberapa lama, karena padatnya agenda pekerjaan yang harus  diselesaikan. Setelah menyelesaikan tulisan seri manajemen sekolah (seri 1 - seri 12), selanjutnya kami akan mencoba membuat tulisan baru bertajuk Lentera Hikmah, yang insya-Alloh berisikan catatan atau kilas balik dari kejadian nyata kehidupan seseorang sebagai bahan renungan  untuk introspeksi, mawas diri dan motivasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik, lebih bermakna, lebih berharga dan lebih bermanfaat bagi sesama. Kami berusaha untuk menulis dengan ringkas agar tidak terlalu panjang dan terasa berat, dan tajuk Lentera Hikmah ini akam kami tulis spserti tema lainnya menjadi serial sekitar 12 seri, dengan harapan dalam 1 tahun bisa menyelesaikan 12 tulisan, artinya minimal bisa menulis 1 tema untuk setiap bulan.

Inspirasi tulisan kali ini adalah seorang siswa kelas 9 di salah satu SLTP di kabupaten Magelang. Dia tinggal di salah satu pondok pesantren yang berjarak sekitar 1,5 kilometer dari tempat sekolahnya. Satu hal yang istimewa dan luar biasa adalah suara ADZAN-nya yang sangat merdu dan menyentuh, sangat khas dan sangat menggugah bagi teman-temannya. Begitu mendengar suara adzan-nya, mereka berbisik, bergumam bahkan ada yang bersorak memanggil namanya, BASIR ......, sontak mereka langsung bergegas mengambil air wudhu untuk menunaikan ibadah sholat secara berjamaah. Subhanalloh. Ada apa dengan suaranya, yang serasa mempunyai kekuaran magis dan kekuatan memberi kesadaran dan dorongan yang luar biasa.

Siapkan hati dan lembutkan rasa untuk membaca uraian berikutnya. Sosoknya biasa saja, tiada yang istimewa, namun bila mengetahui apa yang terjadi dengan diri dan kehidupan sehari-harinya barulah menyadari bahwa inilah yang membuatnya jadi istimewa. Dia tinggal di pesantren karena keadaan yang memaksa, kondisi ekonomi yang benar-benar tak mendukung untuk bisa melanjutkan sekolahnya. Hampir tiga tahun ini dia menjalani aktifitas sekolahnya dengan istilah kasarnya numpang hidup, numpang tidur, numpang makan di pesantren - panti asuhan "Brayat Al-Falah Borobudur". Yah .... Basir, dia yatim, anak bungsu dari tiga bersaudara. Bapaknya telah meninggal dunia dan tinggal ibunya seorang diri yang tinggal di daerah Prampelan Kaliangkrik Magelang.

Hari Senin, ketika jam istirahat di saat teman lainnya menikmati jajanan di kantin sekolah, dia hanya diam di halaman atau di dalam kelas. Ketika ditanya oleh gurunya kenapa tidak ikut jajan, dia menjawab "Saya puasa Bu." Hari Rabu, dia masih sama, ketika ditanya dia menjawab, "Saya puasa Bu". Ini kan hari Rabu, kan puasanya Senin-Kamis, dia menjawab "Saya puasa hari Senin sampai Sabtu, hanya hari Minggu yang tidak puasa." Pertanyaan dilanjutkan kalau tiap hari puasa lalu bagaimana dengan sahurnya, dia menjawab kalau tidak pernah makan sahur. Jadi sehari dia hanya makan 1 kali ketika berbuka.  Deg, tergetar hati merasakan apa yang diucapkannya, begitu berat jalan hidupnya. Kemudian ketika ditanya berapa kali dalam sebulan untuk pulang ketemu ibunya dan apa pekerjaan ibunya, sambil menyeka air matanya dia mengatakan bahwa ibunya hanya bekerja mencari kayu bakar untuk dijual, dia pulang bertemu ibunya hanya 1 kali dalam setahun pada saat lebaran Idul Fitri. Ketika akan kembali ke panti asuhan ibunya memberi uang saku sebesar Rp. 15.000,- (Lima belas ribu rupiah). Guru yang bertanya tersebut menyesal kenapa baru sekarang tahu, kalau ada siswa yang seperti ini, kenapa baru dipertemukan saat dia menjelang lulus dari sekolah.

Ternyata keistimewaan ADZAN itu berasal dari suara BASIR yang bersumber dari HATI YANG BERSIH, yang setiap hari diisi dengan puasa. Puasa akan melahirkan jiwa yang tenang, yang damai, tawakal dan tidak "nggrangsang". Jiwa yang sudah terbiasa dengan puasa akan memiliki jiwa yang tidak pendendam, tidak iri, tidak sombong dan tidak egois <<seperti status yang ditulis Pak Kardan di Facebook>>. Lho, kok ada yang berpuasa namun masih buruk akhlaqnya ? Kalau seperti ini berarti ada yang salah dengan puasanya. Pendendam akan berpuasa pagi-siang hari, dan berakhir dengan berbuka dengan jumlah dan ragam makanan yang luar biasa, seakan mau balas dendam dengan kelaparan yang ditahan sebelumnya. Begitu juga yang menyimpan dan mengumpulkan makanan saat berpuasa pagi-siang - untuk berbuka, pertanda masih ada rasa iri yang kuat dalam jiwanya. Ikhlas dan tulus yang menjadi jiwa orang berpuasa masih sebatas niat di mulut saja, masih sebatas ritual yang belum menyentuh makna. Dan ternyata memang jiwa yang terbiasa dengan keprihatinan, terbiasa dengan keterbatasan akan lebih mudah untuk bersikap dewasa.

Ternyata memang yang namanya kemiskinan benar-benar sangat tidak kompromi, benar-benar sangat menyesakkan data, benar-benar membuat pikiran buntu dan tidak bisa berbuat banyak. Penulis jadi ingat pengalaman ketika masih duduk di bangku SD, pernah mengalami kondisi yang tak bisa berbuat apapun ketika tak memiliki alat tulis kecuali pensil yang panjangnya tinggal 2 sentimeter. Tak mungkin untuk bisa beli karena memang tak ada sedikitpun uang yang tersisa untuk sekedar beli pensil. Dalam kondisi seperti itu, jajan sudah tidak lagi terpikirkan. Tak sempat terbersit punya sepatu, tak sempat berpikir baju baru, apalagi sepeda untuk penyambung kaki. Ini hanya bisa dirasakan dan dimengerti bagi orang yang pernah mengalami atau orang yang halus rasanya untuk bisa merasakan betapa orang yang mengalamai kesulitan benar-benar tidak memiliki pilihan lain kecuali harus menjalani dengan sekedarnya saja. Sekedar jalan, sekedar sekolah,  sekedar makan, bahkan sekedar hidup. Bagaimana ke depan semata-mata hanya berharap "KEMURAHAN' dari Alloh yang maha pemurah.

Dari uraian di atas, mari kita mencoba turun ke bawah. Mari kita lebih merendahkan sayap kita, melepas sepatu mahal kita untuk telanjang kaki menyusuri dan mendekati putra-putri kita, siswa-siswi kita untuk mencari sesuatu yang mungkin luput dari pandangan kita, lepas dari pendengaran kita. Mungkin hanya karena kepasrahan dan ketidak-berdayaan mereka, menjadikan mereka terdiam dan menerima nasib mereka seadanya. Sungguh kejam, keras dan tega bila ternyata masih ada Basir-Basir yang lain di sekolah kita yang tidak tersentuh oleh kita-kita, guru di sekolahnya, TU-nya yang menjadi pengganti orang tua di sekolahnya. Sisihkan sedikit waktu kita, sedikit harta kita dan sedikit kasih sayang kita. Mumpung masih ada waktu, mumpung masih sehat dan mumpung masih sempat. Tidak perlu menunggu. Jika bukan kita yang memulainya - mau siapa lagi, kalau bukan sekarang - mau kapan lagi. Mari Lembutkan Hati Kita, Kita Haluskan Perasaa Kita - Sentuh Mereka dengan kasih sayang kita.<30198>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar