Untuk membuka tulisan ini, sejenak mari kita tengok realita di luar dunia pendidikan. Jika kita masuk ke dalam dunia bisnis otomotif, maka kita bisa melihat bahwa mereka selalu mengusung tema inovasi, teknologi, safety dan semua hal yang terbaru, karena hal inilah yang merupakan magnet kuat dalam pemasaran sebuah produk, khususnya otomotif. Bagi perusahaan yang bergerak di bidang otomotif -utamanya mobil- faktor varian produk merupakan hal utama dan menjadi fokus penting dalam teknik marketing, yang sering dikenal dengan psikologi pasar. Karakteristik dan tipe konsumen yang bermacam-macam menjadi latar belakang dibuatnya produk mobil dengan berbagai varian (tipe), hal ini tidak lain untuk mengakomodir selera dan kemampuan daya beli masyarakat terhadap sebuah mobil. Sebagai contoh, di kelas premium untuk tipe SUV ada Toyota Fortuner seri 2.5 G, 2.7 G dan TRD, ada Mitsubishi Pajero dengan seri GLX, GLS, Exceed dan Dakar, sedangkan pada tipe MPV ada Kijang Innova dengan seri E, G dan V. Adapun untuk di kelas menengah untuk tipe MPV ada Daihatsu Xenia terbaru dengan seri D, M, X dan R di kelas tertinggi. Begitu juga pada Toyota Avanza dimulai seri E, G, S dan Velos pada kelas tertinggi. Senada dengan itu berbagai merek lain seperti Nissan, Suzuki, KIA dan Isuzu juga melakukan hal yang sama. Mereka membuat berbagai tipe varian di atas dibuat bukan sekedar gaya-gayaan semata, namun berdasarkan analisis dan psikologi pasar yang didasarkan pada animo, selera dan daya beli masyarakat yang kemudian menjadi segmentasi pasar.
Toyota Avanza dikenal sebagai mobil sejuta umat karena memang paling laris sepanjang sejarah penjualan mobil. Hal ini bukan terjadi dengan istilah "kebetulan", atau laris manis karena hasil jopa-japu dukun sakti dari lereng Sindoro, namun memang terobosan segmentasi pasar yang tepat. Secara umum konsumen mobil di Indonesia adalah kelas menengah, mereka menginginkan mobil yang muat banyak penumpang, nyaman harga terjangkau dan irit BBM (faktor utama). Makanya, begitu varian Avanza muncul langsung diserbu para konsumen, apalagi update model dengan facelite yang diperbaharui, jumlah konsumen semakin bertambah tiap tahunnya. Sejalan dengan itu keluar mobil yang sama persis yaitu Xenia dengan payung Daihatsu. Inilah hebatnya sang produsen - dalam hal ini Astra, yang berkolaborasi dengan Toyota dan Daihatsu. Terakhir diketahui bahwa Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia adalah mobil yang sama dengan merek yang berbeda, dibuat dengan beberapa seri yang berbeda dan tentunya harga yang berbeda-beda. Begitu juga pada tipe SUV diketahui bahwa Toyota Rush dan Daihatsu Terios adalah varian dari pabrikan yang sama- Astra Daihatsu Motor. Inilah teknik marketing yang hebat untuk bisa menjangkau segmen pasar (konsumen) yang berbeda-beda, namun tujuannya sama - Laku, Laris dan Untung.
Nah, selanjutnya kita kembali masuk ke pendidikan, ke sekolah, ke kelas dan ke siswa dalam pembelajaran. Siswa di dalam satu kelas sangat beragam, siswa di satu sekolah yang berjumlah ratusan tentu jauh lebih beragam. Berbagai macam karakter, tipe dan intelegensi yang berbeda yang disebabkan latar belakang orang tua mereka. Ada yang orang tuanya berpendidikan tinggi, tingkat ekonomi menengah ke atas. Ada yang pendidikan orang tuanya sedang dan tingkat ekonomi menengah.ke bawah. Namun ada juga yang pendidikan dan ekonominya rendah bahkan memprihatinkan. Dari berbagai latar belakang yang berbeda itu tentu akan berdampak berbeda pula pada tingkat pemahaman, tingkat daya tangkap dan tingkat antusias siswa terhadap pembelajaran. Bakat mereka beragam bentuknya, minat mereka tidak sama, tingkat intelegensi mereka juga berbeda-beda. Ada siswa yang hanya dengan sekali baca atau sekali dengar dia paham dan langsung mampu menguasai, ada juga yang masuk kategori menengah yang dengan 2 -3 kali pengulangan baru bisa paham, namun ada juga yang sudah berkali-kali pengulangan masih belum mengalami perubahan yang berarti. Di sinilah dibutuhkan kejelian dan kepekaan bagi seorang guru.
Menurut pandangan beberapa guru senior, pada dasarnya "mengajar" adalah pekerjaan mudah, dengan syarat apabila semua persiapan mengajar yang meliputi materi, teknik mengajar dan penguasaan kelas sudah dikuasai, apalagi bagi guru yang sudah berpengalaman. Di suatu tempat mungkin bisa terjadi dan muncul anggapan "guru bagaikan raja di ruang kelas", sehingga bisa berbuat apa saja". Semua siswa harus tunduk dan patuh dengan perintah guru, mau diisi kegiatan dan materi apasaja manut, mau dibuat seperti apa dan dibawa ke manaaja ngikut, kelas itu sangat tergantung pada kehendak guru. Namun apakah pola yang seperti ini cocok dan sejalan dengan tujuan pendidikan, bahwa pendidikan bukan untuk mendidik menjadi jiwa feodal, jiwa yang mengangkat juragan dan merendahkan pelayan, jiwa membuat dinding tebal bagi bangsawan dan rakyat jelata. Di sinilah dibutuhkan kebesaran hati guru sebagai seorang pendidik. Bagi guru yang jiwanya sudah terpanggil untuk mendidik maka menyampaikan ilmu pengetahuan adalah kebutuhan, membimbing siswa dengan budi pekerti adalah kewajiban yang menumbuhkan kemuliaan.
Namun memang kondisi di dalam kelas tidak selalu mulus sesuai harapan. Ada beberapa kesulitan yang sering muncul di dalam perjalanan. Di kelompok A berisi siswa yang pandai, penurut dan mudah diatur sehingga mengajar siswa yang seperti ini serasa damai dan menyenangkan. Di kelompok B adalah kumpulan siswa yang masuk kategori umum, biasa saja dengan kemampuan yang juga umum. Di kelompok C terdiri dari siswa yang cenderung diam, cenderung introvert serta menutup diri. Dan terakhir di kelompok D banyak diisi siswa yang ekstrovet yang mengalami hambatan belajar dan susah untuk dikendalikan. Di sisi lain guru juga berisi empat macam jenis pribadi yang mempunyai kadar psikologi yang sama dengan siswa. Oleh karena itu kecermatan dalam memahami serta kedewasaan dalam bersikap adalah kunci keberhasilan dalam proses pembelajaran, pengajaran dan pengasuhan yang sesuai dengan psikologi dan karakter pendidikan. Pertanyaan besarnya "Bagaimana mengemas pembelajaran dengan kondisi siswa yang multi kondisi, multi intelegensi serta multi psikologi?"
Fokus Kompetensi Rumpun Bahasa
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, secara ringkas kompetensi yang diutamakan adalah kemampuan mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Dalam bahasa Inggris kompetensi yang diajarkan adalah reading, speaking dan writing yang harus diperkaya dengan kemampuan listening. Dalam bahasa Jawa materi juga tak jauh beda dengan bahasa Indonesia, namun pelafalan yang kadang tidak sama dengan tulisan yang ada dalam tulisan. Khusus untuk bahasa Inggris konteksnya lebih tinggi tingkat kesulitannya karena semuanya adalah berasal dari asing barik tulisan, ejaan hingga pelafalannya. Maka tiap sekolah, tiap kelas bahkan tiap siswa bisa berbeda dalam fokus pembelajaran agar bisa lebih optimal. Guru mata pelajaran tidak harus berfikir untuk bisa memaksakan diri untuk bisa optimal di segala aspeknya, seperti sudah menjadi rahasia umum bahwa untuk mapel bahasa ini sulit untuk bisa meraih nilai sempurna (100). Di sinilah dibutuhkan kejelian dan kecermatan guru untuk bisa mengambil kebijakan terkait pemilihan dan fokus kepada salah satu aspek yang kemungkinan (khans) bisa lebih dioptimalkan.
Beberapa guru berikut mungkin bisa menjadi contoh untuk bisa diambil sebagai contoh / model dalam pembelajaran dan bisa menginspirasi sehingga berani mengembangkan ide, berkreasi dan membuat inovasi dalam pembelajaran. Yang pertama, Ibu Saraa Suaib Hanafi, guru bahasa Inggris SMP Al-Azhar 9 Kemang Jakarta adalah salah satu guru yang kreasi dan inovasinya sukses dan diakui dunia dan membawanya menjadi pemenang dalam ajang international yang bertajuk Microsoft Global Education. Proyek kolaborasi "Peace Postcard", memacu siswa untuk membuat tulisan dengan bahasa Inggris berbentuk ajakan, seruan atau brosur yang berisi pesan "Kedamaian Dunia" dalam bentuk kartu pos. Aspek writing mencuat luar biasa melalui media ini. Inovasi kreatif Ibu Saara ini kemudian membuat dirinya diundang untuk tampil di Metro TV dalam acara Kick Andy, dengan tajuk Guru Hebat. Yang kedua, masih dalam bahasa Inggris ada Ibu Badriah dari SMAN 1 Cianjur, mengajak siswa untuk menulis dalam bentuk dialog jurnal tentang sesuatu yang simple, bebas dan tidak kaku. Awalnya para siswa membuat berbagai tulisan bahasa Inggris versi Cianjur, contohnya "I will write litle-litle in english for you, this is not good but i will try because english is difficult." Mereka membuat catatan komunikasi dialog jurnal dengan guru dengan gaya dan pola yang bebas, tanpa harus terkungkung dengan grammar dan tata bahasa. Dan ternyata dalam proses habituasi yang memakan waktu 8 bulan mereka mampu membuat tulisan ide, gagasan dan paparan dalam bahasa Inggris yang luar biasa. Dari dua contoh ini maka secara umum sekolah, dalam hal ini guru bahasa Inggris bisa mengoptimalkan siswa dalam bentuk karya writing atau speaking saja.
Nah untuk mata pelajaran bahasa Indonesia yang nota bene bahasa ibu, bahasa harian dan bahasa bangsa dan bahasa kebanggaan tentu akan sangat terbuka lebar untuk memaksimalkan karya dan prestasi bagi siswa. Orientasi kepada penyampaian seluruh materi sesuai KD yang telah diatur adalah suatu keharusan. Namun demikian, dengan berbagai pertimbangan kita bisa memilih untuk lebih fokus pada sisi tertentu misalanya menggenjot siswa dalam bentuk karya tulis. Jika siswa sudah kenal dengan menulis, tahu dengan media untuk membuat tulisan, dan tahu tata cara menuangkan tulisan yang baik maka mereka bisa berbuat sesuatu yang luar biasa. Jangan heran jika kemudian kita mendapati di antara mereka yang ternyata punya gagasan, ide, inovasi, kreasi dan bakat yang luar biasa. Nah, di sinilah perlunya memberikan mereka pandangan, membukakan mereka jalan serta menuntun mereka di langkah awal mereka agar bisa belajar, berlatih dan berkarya melalui tulisan. Sebagai langkah awal mungkin dari karya yang paling sederhana, semisal pantun, puisi, cerpen hingga artikel.
Satu hal yang perlu dirubah dan perlu dibuat inovasi adalah "ending" atas karya mereka. Bagaimana karya hebat mereka bisa diketahui dan dinikmati banyak orang, bisa diapresiasi dan selanjutnya bisa didukung untuk lebih dikembangkan menjadi lebih baik lagi. Karya hebat mereka selama ini hanya tersimpan dalam memori guru mapel, atau hanya tersimpan di atas meja guru, atau yang lebih parah adalah yang belum sempat dibaca, belum sempat dinilai sudah langsung masuk lemari atau berserakan di kumpulan tugas yang tertumpuk di lantai. Dan hal ini banyak terjadi di hampir setiap mata pelajaran. Ending tugas yang monoton dalam bentuk kertas inilah yang perlu di carikan model lain sebagai bentuk inovasi, semisal menggunakan media elektronik yang bersifat real time dan on-line. Berikut ini nama aplikasi yang bisa digunakan untuk pembelajaran yaitu ; Moodle, Joomla Chamilo, Claro hingga Quiper Video adalah sebagian kecil dari ratusan aplikasi berbasis on-line. Namun nama-nama itu mungkin masih sangat asing baik dari segi nama maupun penggunaan dalam keseharian. Nah ada satu aplikasi yang paling mudah dan cukup familiar serta kompatibel bagi guru maupun siswa, yaitu WhatsApp. Dengan sedikit "dalil & dalih" maka bisa dipastikan sebagian besar siswa akan sanggup untuk memiliki HP Android yang bisa untuk aplikasi WhatsApp, kalaupun belum bisa semua, maka bisa 2-3 siswa bisa bergabung dengan 1 perangkat yang sama. Nah dengan membuat Grup dalam mapel inilah, bisa difungsikan sebagai wahana siswa dalam berkarya. Tentu saja untuk ini perlu pengawalan dan pembuatan AD/ART yang ketat agar aplikasi ini tidak berbelok arah dari tujuan sebenarnya, seperti yang kebanyakan terjadi di Grup WA saat ini.
Salah satu kelemahan yang biasa bersemayam pada diri kita sebagai guru adalah adanya sikap apriori kepada siswa, bahwa mereka kecil, mereka baru belajar sehingga belum bisa berbuat yang istimewa. Ini adalah sebuah kesalahan besar yang harus segera kita sadari. Bahwa kita harus lebih apresiatif terhadap siswa, karena pada dasarnya setiap mereka memiliki potensi dan bakat yang istmewa. Bukan tidak mungkin jika siswa bisa berkarya yang lebih hebat dari gurunya. Siswa menjadi juara Menyanyi, Cipta Lagu atau Solo Gitar, siswa yang menjadi juara Catur, Bulu Tangkis atau Karate, siswa menjadi juara IMO (Matematika), siswa menjadi juara Desain Grafis, siswa menjadi juara Pidato dan Karya Tulis Remaja, dan juara-juara lainnya sementara gurunya biasa-biasa saja dan belum pernah menjadi juara apapun. Kita sebagai guru bisa jadi hanya menang usia, sehingga belajar lebih dahulu, tahu lebih dahulu. Urusan mengumpan bola (toser) dan menyemes dalam Volly bisa jadi siswa lebih jago dari gurunya, urusan program Visual Basic bisa jadi siswanya lebih piawai dari gurunya, dan berbagai bidang studi lainnya. Bukan berarti merendahkah dan meremehkan siapapun, namun justru di sinilah kehebatan guru diuji, ditantang untuk bisa memilih model, memilih siswa dan memilih wahana untuk menunjukkan karya dengan menjadikan siswa berprestasi, karena konsepnya "siswa yang hebat hanya muncul dari guru yang hebat".
Masih banyak pilihan karya hebat dari rumpun bahasa ini, ada pidato, baca puisi, monolog, pidato bahasa Inggirs, debat bahasa Inggris, pidato bahasa Jawa, mocopat serta pembawa acara berbahasa Jawa. Semuanya baik dan terbuka untuk dikembangkan dan ditawarkan bagi siswa sebagai alternatif pembelajaran bagi mereka. Sebagai penutup uraian seri Inovasi ke-5 ini, berikut beberapa kesimpulan sederhana :
- Kami yakin Bapak/Ibu sudah berkarya yang besar dan hebat, telah melaksanakan tugas dengan tulus dan sebaik-baiknya, namun mungkin perlu membuat sebuah inovasi karya yang Multi Option agar bermacam-macam siswa dengan latar belakang yang heterogen bisa tercover dan bisa optimalisasi diri sesuai minat dan bakat mereka.
- Kami yakin juga jika proses kreasi sudah dilalui, namun mungkin jenuh, bosan dan capek. Nah Variasi Tugas akan memancing kreasi siswa, akan memperkaya wawasan dan pengalaman bagi siswa yang pada akhirnya akan menjadikan mereka hebat, gurunya hebat dan sekolah ikut hebat. Berbagai literatur tentang model pembelajaran dan sosok guru hebat sangat mudah diakses dan diperoleh dari internet, mari kita manfaatkan sebaik-baiknya.
- Kami percaya 100 persen jika cara mengajar sudah bagus, terbukti dengan adanya sertifikasi profesi, namun untuk membukakan jalan dan kesempatan bagi siswa untuk bisa lebih jauh memandang dunia, lebih bebas memilih cara berkarya dan lebih luas menyebarkan dan mengembangkan karya, mari kita gunakan media yang ada untuk memfasilitasi mereka agar lebih hebat, lebih terbuka dan lebih mendunia. WhatsApp, Joomla, Moodle, Blog, Youtube atau Quiper bisa dijadikan alternatif untuk berkarya, kita-lah kunci pembukanya.
- Mereka adalah amanah bagi kita, lahan amal dan perjuangan bagi kita. Sukses mereka ada di tangan mereka, namun kita bisa lebih mulia dan ikut bahagia jika turut andil dengan mendidik mereka.
Sebelum kami akhiri, perkenankan kami mohon maaf kepada para guru yang serumpun, tulisan ini hanyalah opini dan motivasi, bukan dimaksudkan untuk mengajari apalagi menggurui. Terima kasih kami sampaikan kepada Bu Ruti Sumarni, M.Pd, Bu Siti Rukhoyah, S.Pd, Bu Yani Widayati, S.Pd, calon-M.Pd, Bu Sayekti Laras S., S.Pd, Bu Tika Fibri Dwiyanti, S.Pd, Bu Sri Hartati, S.Pd, Bpk Edi Wineto, S.Pd, dan Bpk Widodo, S.Pd - atas masukan dan paparan terkait rumpun bahasa. Semoga kami dapat segera menyusun tulisan seri Inovasi berikutnya untuk rumpun MIPA (sains). Akhir kata selamat berkarya, selamat berkreasi dan ber-inovasi, semoga sukses, Merdeka. <58986-650>