Sabtu, 30 Januari 2016

Berharap TIK Menjadi Mapel - Kembali Masuk Kurikulum

Syukur Alhamdulillah, web ini sedikit demi sedikit terus bangkit untuk berbagi informasi, berbagi wawasan dan pengetahuan - walau hanya sekedarnya, hanya yang kami bisa. Sungguh, memang berat untuk konsisten membuat sebuah tulisan, namun semua memang harus dicoba dilakukan untuk bisa berkarya. Sedikit banyak hal ini mampu membuat web sekolah ini menjadi web/blog teraktif (terkenal) di Wonosobo dan membuat SMPN 2 Kepil, salah satu SMP yang berada di lereng gunung Sumbing, Kepil, Wonosobo, Jawa Tengah menjadi dikenal di nusantara. Kami juga ikut mencoba membuat tulisan di web www.kompasiana.com - web yang sudah terkenal di kalangan para penulis senior. Tulisan yang kami tulis di bawah ini merupakan tulisan pertama saya di web kompasiana.com, sekedar upaya mencoba melebarkan sayap untuk berbagi ke wilayah yang lebih luas - nusantara, berikut link lengkapnya http:///www.kompasiana.com/abukhonsa 

Semenjak penerapan Kurikulum 2013 (K-13) mata pelajaran TIK hilang entah kemana, khususnya sekolah yang ditunjuk sebagai sekolah pilot (percontohan). Berbagai pernyataan dan komentar muncul dari berbagai kalangan mulai pejabat pemerintah, pegawai instansi, aktivis organisasi, tokoh pendidikan, tokoh masyarakat, pemerhati pendidikan hingga masyarakat umum. Latar belakang yang berbeda-beda melahirkan pernyataan yang berbeda-beda pula. Pemerintah berharap hilangnya mapel TIK dan KKPI dari kurikulum sekolah menengah sudah tidak menjadi polemik. Pemerintah dalam hal ini kemendikbud beranggapan bahwa yang menjadi polemik telah terselesaikan dengan baik. Pertama, hilangnya mapel TIK karena TIK melebur ke dalam semua mata pelajaran, dengan harapan semua guru harus menguasai TIK. Kedua, peran guru TIK tidak hilang namun lebih dimaksimalkan dengan menjadi pembimbing bagi siswa, guru dan tenaga kependidikan.

Saya sebagai guru TIK di sekolah berkurikulum K-13 benar-benar dapat merasakan dampak hilangnya TIK sebagai mapel. Sebagai guru TIK yang dialihfungsikan menjadi guru Prakarya adalah hal baru dan sangat berbeda, walau dijalani namun rasanya tanpa penjiwaan. Baru pada awal tahun ke-3 TIK mulai menampakkan sungutnya dengan judul baru “bimbingan TIK”. Saat hari pertama masuk kelas IX dengan materi bimbingan TIK, saat itu pula saya menyadari betapa TIK menjadi sesuatu yang sangat asing bagi siswa, mereka sangat jauh dari kata teknologi. Jangankan aplikasi pengolah angka atau presentasi, sekedar mengetik dengan aplikasi pengolah kata saja banyak yang belum mengalami. Dengan adanya bimbingan TIK sudah sedikit lebih baik, namun dengan hanya 1 jam/minggu atau hanya 5 kali pertemuan persemester maka sangat kurang dan jauh dari memadai. Apa jadinya jika TIK benar-benar tidak diajarkan di sekolah, maka mereka tidak punya kesempatan lain untuk belajar TIK, khususnya yang di pedesaan, pedalaman dan perbatasan. Secara nasional berapa jumlah siswa yang sudah benar-benar melek dan menguasai TIK, berapa jumlah orang tua siswa yang kaya raya hingga mampu membelikan alat komunikasi modern. Lebih besar mana jumlahnya dengan siswa dari kalangan bawah yang hanya bisa belajar TIK dari sekolah.

Dalam 2,5 tahun ini implementasi K-13 baru dilaksanakan di sekolah pilot proyek, belum dilaksanakan pada semua sekolah. Sebagai contoh di kabupaten Wonosobo sekolah pilot proyek K-13 hanya ada 6 sekolah dari sekitar 130 sekolah SMP/MTs, artinya hanya sekitar 5%, sisanya yang 95% masih menggunakan kurikulum KTSP. Dengan hanya sekitar 5% kondisi sudah seperti ini, banyak penolakan terhadap permen 68/2014 dan 45/2015, banyak tuntutan untuk mengembalikan TIK sebagai mapel. Bisa dibayangkan jika 100% sekolah menggunakan K-13 dan mapel TIK dihilangkan, pasti gejolak yang timbul akan bertambah 95%. Akankah pihak pemegang kewenangan (puskur) tetap “ngotot”, tetap “keukeh” hendak menghilangkan mapel TIK menjadi bentuk lain yang jauh lebih buruk dampaknya. Untuk mempersiapkan siswa menjadi generasi emas, diperlukan kepekaan dan responsif dengan apa yang terjadi. Jika alasan TIK tidak perlu diajarkan dan bisa belajar sendiri, maka Penjaskes, Seni, Agama, IPS dan mapel lainnya bisa dilakukan tanpa pembelajaran khusus. Apalagi jika dihapuskan karena alasan kemudahan tentu mapel bahasa Indonesia yang notabene bahasa sendiri juga akan hilang, lalu apa yang akan terjadi? Bila ditanyakan pada setiap guru dari mapel tersebut, pasti mereka tidak akan rela mapelnya dihilangkan, walau mungkin secara muatan dan isi juga banyak yang tidak up to date.

Beberapa kata berikut mungkin bisa mewakili ungkapan dan harapan siswa, guru dan masyarakat terhadap pemerintah untuk lebih arif dan bijaksana dalam membuat keputusan yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.
  1. Sebuah kata hikmah “Bisa jadi sesuatu menurut anggapan kita mudah, kecil dan remeh, tapi bagi mereka yang belum tahu adalah sesuatu yang sulit, besar dan rumit”. Semudah menghidupkan dan mematikan komputer bagi yang sudah tahu, namun bagi yang belum tahu maka sesuatu hal yang sulit bila tidak diajarkan. Begitu juga dengan TIK mungkin adalah hal yang sepele bagi siswa dari orang tua yang serba kecukupan, apalagi bagi pejabat yang berada di lingkungan serba modern. Namun pernahkan terpikirkan bagaimana dengan siswa-siswa di daerah perbatasan, di pedesaan, di lereng pegunungan, di pedalaman dan daerah-daerah yang jauh dari kota dan pusat kota. Memang teknologi komunikasi termasuk internet sudah menjangkau hampir seluruh wilayah negeri ini, dimana hampir setiap siswa memiliki handphone, namun berapa persen dari mereka yang mampu membeli komputer, laptop yang merupakan obyek utama dalam pembelajaran TIK. 
  2. Kondisi realistis lebih akurat daripada kajian teoritis. Bertanya kepada yang benar-benar mengalami maka nuansanya akan lebih mendekati, bertanya pada yang membutuhkan maka rasanya akan lebih menggetarkan. Inilah yang pernah dilakukan Umar bin Khatab, yang menyamar dan berkunjung langsung pada masyarakat miskin (seorang ibu) yang ternyata kelaparan dan mengatakan “kemana saja Umar yang membiarkan kami kelaparan”, yang selanjutnya Umar memanggul sendiri karung berisi gandum untuk diberikan kepada ibu tua tersebut. Untuk masalah TIK ini maka bertanya langsung pada siswa adalah yang paling bijaksana. Apakah siswa butuh mapel TIK, apakah siswa senang mapel TIK, apakah mapel TIK memenjarakan siswa dan berbagai pertanyaan sejenis yang lain. Untuk analisis dan pentingnya TIK, maka guru TIK-lah yang paling bisa merasakan karena merekalah yang terjun dan berhubungan langsung siswa. Ibarat pertandingan sepak bola, maka yang paling tahu kondisi adalah para pemainnya, bukan penoton atau komentator yang ahli sekalipun. 
  3. Tiga hal menjadi pangkal keburukan yaitu takabur, hasad dan bakhil. Takabur semakna dengan sombong, merasa besar, merasa kuasa dan tak mau mengalah, tak mengakui salah dan tak mau untuk merendah. Hasad adalah dengki yang ujungnya tidak suka melihat orang senang dan tak mau berbuat sesuatu yang membuat orang lain senang. Bakhil sepadan dengan kikir atau pelit, suatu rasa berat untuk memberi, mampu tapi tidak mau. Sebenarnya dengan permen 68/2014 dan permen 45/2015 maka pekerjaan guru TIK menjadi lebih ringan dan lebih sedikit, namun kenapa para guru TIK menolak dan memperjuangkan kembalinya TIK. Tidak lain karena guru pejuang TIK masih punya hati yang tidak hanya memikirkan diri sendiri, namun lebih mementingkan siswa mereka yang membutuhkan TIK kembali. Aki 3 dan Om Jay, pada beliau kita bisa belajar betapa keras, teguh dan tegar perjuangan mereka yang bertajuk SAVE TIK / KKPI, perjuangan mereka yang tak kenal lelah, menguras tenaga, waktu dan biaya. Tak terhitung berapa biaya yang harus dirogoh dari kantong sendiri, demi sebuah harapan besar pada siswa agar terdidik TIK dengan baik. Melihat realita ini masihkah berat untuk membuka mata, susah melebarkan telinga dan enggan melunakkan hati untuk sekedar memenuhi harapan para pegiat dan pecinta TIK/KKPI. 
Guru TIK tidak berharap diperlakukan khusus sehingga harus dibuat permen 68 dan 45, karena toh selama ini sesungguhnya guru TIK sudah melakukan 3 hal yang tercantum dalam kedua permen tersebut, otomatis membimbing siswa siswa ketika pembelajaran, juga menjadi pembimbing guru ketika mereka mengalami kesulitan berkaitan dengan TIK serta menjadi pembimbing dan pembantu bagi tenaga kependidikan jika dibutuhkan. Guru TIK lebih berharap untuk bisa diperankan sebagai guru biasa yang bisa mengajar seperti guru lainnya. Guru TIK bukan guru luar biasa, bukan guru istimewa, karena guru TIK juga butuh belajar dan bimbingan guru lainnya, belajar tata tulis pada guru bahasa, belajar sains dari guru IPA, belajar logika dari guru matematika, belajar etika dari guru agama, belajar kreasi dari guru seni serta belajar banyak hal dari guru-guru yang lain.

Sebagai penutup tulisan ini, saya sampaikan bahwa pada dasarnya Mapel TIK adalah kebutuhan siswa, pokok dan penting. Mungkin saja 10 siswa kita sudah mahir menggunakan iPad atau Tablet, tapi apakah bisa kita pastikan ribuan siswa lainnya telah mampu dan mahir, atau juga sebatas pernah punya atau bahkan sekedar pernah melihat / memegangnya? Mapel TIK adalah salah satu jalan dan kesempatan bagi siswa untuk bisa belajar berinteraksi langsung dengan teknologi. Negara kita ketinggalan 20 tahun dalam hal perkembangan teknologi, jika mapel TIK dibuang dari kurikulum maka hilanglah kesempatan mereka untuk dapat belajar TIK dengan baik, mau kapan lagi? Akhirnya, semua kembali kepada pusat kurikulum (puskur), hanya doa guru TIK dan siswa-siswi kami "semoga Alloh SWT berkenan membukakan hati para pejabat dan pemilik kewenangan di pusat kurikulum, agar mereka mendengar keluhan kami, melihat kebutuhan siswa kami dan akhirnya melakukan peninjauan kembali untuk bisa mewujudkan TIK kembali menjadi mata pelajaran, Amin".

Apapun posisi kita, baik sebagai orang tua, sebagai pendidik atau sebagai pejabat kita sadari bahwa semuanya adalah amanah. Amanah adalah kepercayaan, amanah adalah titipan dan amanah adalah kemuliaan, maka harus dijaga dengan penuh kemuliaan. Bersikap rendah hati tidak akan merendahkan harga diri, bersikap pemurah tidak akan menjadikan diri kita berharga murah. Sebaliknya bersikap angkuh karena merasa tinggi dan berhati keras karena merasa berkuasa tidak akan membuat kita tinggi yang dimuliakan, tidak akan meneguhkan kita dalam posisi yang mendamaikan. Selamat beraktifitas, semoga kita bisa melakukan yang terbaik sesuai tugas dan kewenangan kita. <38983>
Kunjungi tulisan kami di web kompasiana.com-tik masa depan

Senin, 04 Januari 2016

ESQ Guru & Karyawan, Lepas Sambut Kepala Sekolah - Menyongsong Era Baru SMPN 2 Kepil di Tahun 2016

Senin, 4 Januari 2016 merupakan hari yang bersejarah dan sangat spesial bagi segenap jajaran guru dan karyawan SMPN 2 Kepil. Sejak awal berdirinya sekolah hingga hari ini dan setelah melewati perjalanan waktu bertahun-tahun baru kali ini guru dan karyawan SMPN 2 Kepil mendapat materi motivasi berupa penguatan Emotional Spiritual Quetion (ESQ). Dengan adanya ESQ ini diharapkan guru dan karyawan bisa mendapatkan suntikan suplemen serta mendapat kekuatan dan semangat baru dalam menjalankan tugas mulia sebagai guru. Bertindak sebagai pemberi motivasi adalah Bapak Saeful Bahri dari Mertoyudan Magelang. Menurut sang motivator, idealnya untuk tahap awal butuh durasi waktu sekitar 2 x 60 menit (2 jam), sedang untuk penekanan lebih lanjut dengan kasus tertentu membutuhkan waktu yang lebih lama sekitar 3 x 60 menit (3 jam). Adapun pelaksanaan ESQ kemarin hanya dilakukan selama kurang lebih 90 menit dikarenakan padatnya acara pada hari yang bersangkutan.

Pelatihan ESQ bukan diartikan bahwa guru dan karyawan di sekolah kurang baik atau sudah tidak layak, namun lebih diartikan sebagai kebutuhan penyegaran dan penyiraman kembali agar ruh sebagai pejuang pendidikan kembali tumbuh subur dan semangat pengabdian menyala berkobar untuk memajukan pendidikan di wilayah kepil dan sekitarnya. Beberapa hal penting yang bisa menjadi kata kunci untuk menjadi pribadi yang unggul, baik sebagai guru, karyawan dan seluruh elemen di sekolah haruslah mampu berperan sebagai seorang pemberi hadiah.Pribadi dengan jiwa pemberi hadiah adalah mereka yang senantiasa memberi tanpa berharap kembalian, tulus, los dan tanpa pamrih. Oleh karena itu ada hal penting yang harus dipegang kuat yaitu kebenaran niat dalam melakukan tugas mendidik siswa, yaitu niat karena ibadah. Tidak usah berfikir bagaimana dengan gaji, upah atau bayaran, karena untuk gaji adalah komitmen dan urusan pemerintah. Bila kerja dan tugas dilaksanakan dengan baik, beres dan tuntas maka insya-Alloh rejeki yang diterima juga akan beres dan penuh barokah.

Ada dua hormon pada tubuh manusia yang berpengaruh kuat dalam membentuk pribadi / kejiwaan serta mempengaruhi cara kerja (kinerja) seseorang dalam menjalankan tugas dam pekerjaannya. Pertama hormon Endorfin, yang merupakan hormon pemacu kebahagiaan. Beberapa hal yang bisa memicu keluarnya -menetes- hormon endorfin diantaranya adalah : bersyukur (sujud), berfikir positif, tertawa, murah hati (dermawan), menghindari perilaku negatif, dan berolah raga. Kedua hormon Kortisol,  adalah hormon yang keluar jika seseorang stress dan hal-hal buruk lainnya. Banyak hal yang memicu keluarnya hormon kortisol (= hormon pembongkar) antara lain : stress, kecewa, sedih, prasangka buruk, berkata kotor, malas dan berfikir jahat. Kelebihan hormon kortisol akan memicu tekanan darah, gula darah, obesitas dan menurunnya sistem kekbalan tubuh. Oleh karena itu sebagai insan pendidikan yang bertugas memberi hadiah pada siswa maka sebaiknya kita memperbanyak hal-hal yang memicu keluarnya hormon endorfin, yaitu segala sesuatu yang bersifat baik.

Hal lain yang tak kalah penting adalah bahwa kita bekerja dalam sebuah tim, maka sangat dibutuhkan sinergi dan harmoni. Kita tidak bisa bekerja sendiri-sendiri namun lebih mengutamakan sinergi dan kerja sama dalam kebersamaan, oleh karena itu jauhi sifat egois dan mementingkan diri sendiri. Sejalan dengan slogan "1 langkah yang dikerjakan 100 orang dalam tim itu jauh lebih baik dari 100 langkah yang dikerjakan sendiri-sendiri". Harus siap berubah dan bisa beradaptasi dengan perubahan yang terjadi, siap mendukung dan bekerja sama dalam tim. Jika tidak bisa berubah dan tidak mampu beradaptasi maka jangan kaget bila suatu saat tim yang akan menggeser kita -karena dianggap tidak bisa bekerja sama-. Satu lagi, ada istilah yang baru kami kenal EBA, Emotional Bank Account yang secara bebas bisa diartikan sebagai tabungan baik, yang semakna dengan tulisan kami sebelumnya "menabung kebaikan sebanyak-banyaknya, kebaikan di mana saja dan kebaikan pada siapa saja". Bahwa berbuat kebaikan tidak akan pernah rugi, yang menanam kebaikan pasti akan memanen kebaikan. Itulah beberapa hal mendasar yang dapat kami tangkap dan kami tulis kembali dalam tajuk ini, mungkin masih ada beberapa hal penting yang terlewatkan karena keterbatasan kami.

Selepas acara ESQ selesai, sejenak kemudian acara diteruskan dengan agenda Lepas Sambut / Serah Terima Jabatan Kepala Sekolah SMPN 2 Kepil. Seiring dengan berakhirnya masa jabatan Bpk Drs. Kardan sebagai kepala sekolah, maka untuk sementara waktu jabatan kepala sekolah diserah terimakan kepada Bpk Bambang Nuryanto, S.Pd., M.M.Pd. selaku pelaksana tugas (PLT) hingga ditunjuk kepala sekolah definitif yang menurut wacana akan dilaksanakan pada bulan Maret 2016. Dengan begitu untuk kurang lebih 3 bulan ke depan kepemimpinan manajemen di SMPN 2 Kepil akan dikendalikan dan dikelola oleh Bpk Bambang Nuryanto disamping tugas utama sebagai kepala sekolah di SMPN 1 Kepil. Namapk hadir dalam acara serah terima jabatan antara lain Pengawas SMP Dinas Dikbudpora, 5 kepala SMP Negeri Kepil 1, 2, 3, 4, 5, perwakilan SD Negeri sekitar, kepala desa Randusari, pengurus komite SMPN 2 Kepil dan seluruh guru dan karyawan SMPN 2 Kepil.

Segenap guru dan karyawan sekolah ini sangat menyambut baik dan selalu siap dengan perubahan, baik terkait dengan sistem pendidikan, sistem managemen dan sistem rotasi kepemimpinan yang terjadi, karena sudah menjadi aturan kebijakan yang harus dilakukan. Siapapun yang ditunjuk menjadi pemimpin, maka kami akan senantiasa mendukung untuk memberikan pelayanan dan pengabdian terbaik bagi siswa-siswi yang menjadi amanah bagi kami. Kepemimpinan bukan diukur siapa yang paling tua, senior atau siapa yang paling pandai, namun lebih kepada kemampuan mengatur, me-manage dan menggerakkan seluruh aspek dan komponen sekolah untuk bisa bekerja secara optimal. Laki-laki atau wanita, senior atau yunior selama dia mampu dan ditunjuk secara legal  maka sudah selayaknya kami dukung dengan sepenuh syukur. Selamat menyongsong tahun baru dengan semangat baru untuk berkarya, semoga lebih baik, insya-Alloh.<36076>